Awal Membaranya Kota Surabaya 1945
Otoritas Pemerintah Republik Indonesia awalnya mengupayakan agar tidak terjadi pertumpahan darah. Namun Militer Inggris menafikkan.
2022-11-10 14:56:14 - R. Gatot Susilo
Kamis, 08 Nov 1945. Tiba surat dari Komandan Divisi ke-5 India Jend. Mayor E.C Mansergh datang secara tiba-tiba dan langsung dibaca oleh Gubernur Jawa Timur, R.M.T.A Soerjo, isi surat itu menuduh pihak Indonesia telah menunda-nunda evakuasi kaum internian dan pengembalian pasukan Inggris yang tertawan atau terluka pada pertempuran 28-30 Oktober 1945. Surat itu juga memberikan ancaman bahwa kota Surabaya yang telah dikuasai oleh para perampok (looters) akan digantikan oleh Militer Inggris. Di akhir suratnya, sang jendral meminta Gubernur Soerjo datang ke kantornya pada 9 November 1945.
Gubernur Soerjo pun membalas surat dari Jendral tersebut dan secara tegas dia menolak anggapan bahwa pihak Indonesia bermaksud menunda evakuasi kaum interniran dan para prajurit inggris yang terkepung di dalam kota.
Gubernur Jatim juga turut mengingatkan Panglima Inggris untuk Jawa timur itu kepada kesepakatan antara Presiden Sukarno dengan koleganya, Jendral Mayor D.C Hawthorn pada akhir Oktober 1945. Kesepakatan itu dijelaskan bahwa terdapat dua lokasi di Surabaya yang akan dijaga oleh tentara Inggris yakni sekitar daerah Darmo dan Tanjung Perak. Penjagaan berlangsung selama proses pemindahan kaum internian dari sekitar daerah itu hingga tanjung perak. Jika proses pemindahan itu selesai dilaksanakan, pasukan Inggris dipersilakan mundur ke Tanjung Perak.
Jend. Mayor Mansergh justru tidak mengindahkan surat balasan dari Gubernur Jatim, malah ia mengirim dua pucuk surat lagi, satu untuk R.M.T.A Soerjo (tanpa embel-embel jabatan gubernur), dan surat untuk seluruh orang Indonesia di Surabaya. Kedua pesan itu berisikan pesan yang sama, yakni menuntut pimpinan pemerintah RI di Surabaya, pemuda, dan badan-badan perjuangan agar melaporkan diri untuk menyerah kepada Inggris dan sekutu.
Arahan dari Presiden Soekarno yang diikuti oleh Gubernur Soerjo agar menghindari pertumpahan darah, maka dari itu diutuslah Residen Soedirman dan Jend. Mayor Mohammad Mangoendiprodjo untuk berunding kembali dan meminta inggris untuk mencabut ultimatumnya. Namun Inggris pun menolak. Begitu pula utusan Gubernur Soerjo berikutnya, yang ditolak juga oleh pihak Inggris.
“Sepanjang sejarah, British (Inggris) belum pernah membatalkan sebuah ultimatum militer, kini terserah sepenuhnya kepada tuan-tuan, bersedia memenuhinya atau menolaknya” jawab seorang opsir Inggris.
Di tengah hari, masyarakat Surabaya dikejutkan oleh pesawat inggris yang melayang-layang di kota surabaya sembari menyebarkan ribuan pamflat yang ditandatangani oleh Jend. Mayor E.C Mansergh selaku Panglima Tentara Inggris di Jawa Timur. Isi pamflat tersebut persis sama dengan yang telah diterima oleh Gubernur Soerjo. Yang mana seluruh rakyat RI di surabaya harus menyerahkan segala jenis senjata yang dimiliki.
Pertemuan Pemuda dan kaum bersenjata di Surabaya memutuskan mengangkat Sungkono sebagai Komandan Pertahanan Kota Surabaya dan Surachman sebagai Komandan Pertempuran, dari titik inilah muncul semboyan “Merdeka atau Mati” dan Sumpah Pejuang Surabaya sebagai berikut:
Tetap Merdeka! Kedaulatan Negara dan Bangsa Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 akan kami pertahankan dengan sungguh-sungguh, penuh tanggungjawab bersama, bersatu, ikhlas berkorban dengan tekad: Merdeka atau Mati Sekali Merdeka tetap Merdeka! Surabaya, 09 November 1945 jam 18.46