Dharmawangsa Teguh, yang Gugur dalam Pralaya Medang
Kisah singkat raja terakhir Mataram Kuno.
2024-02-09 17:09:51 - frey✩
Dharmawangsa Teguh Anantawikrama, bergelar nama abhiseka Sri Maharaja Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa adalah raja terakhir yang memerintah Kerajaan Medang, atau Mataram Kuno pada tahun 991 hingga 1016. Kisah kematiannya dicatat dalam Prasasti Pucangan, yang mengisahkan Mahapralaya atau 'Kematian Besar', yaitu kisah kehancuran Medang.
Dalam Prasasti Pucangan itu pula disebutkan bahwa Dharmawangsa merupakan mertua dari Raja Airlangga. Dan merupakan anak dari Makutawangsawardhana, raja Kerajaan Medang yang memerintah sebelum putranya. Di prasasti itu juga disebutkan Makutawangsawardhana memiliki putra bernama Gunapriyadharmapatni atau Mahendratta yang menikah dengan Udayana dari Bali, dan melahirkan sosok Airlangga.
Selain Prasasti Pucangan, ada beberapa peninggalan berupa kitab dan prasasti yang mencantumkan Dharmawangsa di dalamnya:
- Kitab Wirataparwa: Nama Dharmawangsa baru muncul pada kitab dari tahun 996 itu yang menyebutnya sebagai raja yang memerintah pada masa itu;
- Prasasti Sirah Keting: Menyebutkan nama asli Dharmawangsa yaitu Sang Apanji Wijayamertawarddhana;
- Naskah Mahabharata bahasa Jawa Kuno pada bagian Wirataparwa: Terdapat nama Dharmawangsa disana.
Siapa Sebenarnya Dharmawangsa Teguh?
Sebenarnya tidak banyak informasi yang diketahui dari masa pemerintahan Dharmawangsa karena kurangnya sumber sejarah.
Meski demikian, diketahui bahwa ia adalah raja yang bercita-cita tinggi. Dharmawangsa mengangkat derajat rakyatnya dengan menjadi seorang pendidik. Ia ingin rakyatnya menjadi cerdas dan baik hati.
Dharmawangsa juga mengedepankan aturan hukum yang berlaku bagi semua, dan membuat Undang-Undang yang tertulis dalam kitab Civacasana.
Penyerangan Terhadap Sriwijaya
Konflik antara Kerajaan Medang dengan kerajaan lain, termasuk Sriwijaya pada masa pemerintahannya masih tercatat dalam Prasasti Pucangan sehingga masih bisa diketahui informasinya hingga kini.
Kerajaan Sriwijaya sudah mengalami perkembangan pesat pada jalur perdagangan sejak sekitar tahun 988. Menurut berita Tiongkok dari Dinasti Song, Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Medang terlibat sebuah persaingan untuk menguasai jalur perdagangan Asia Tenggara, khususnya di Selat Malaka. Ini membuat Dharmawangsa melakukan penyerangan terhadap Kerajaan Sriwijaya agar pusat perdagangan mereka dapat direbut dan diambil alih oleh kerajaannya. Namun, serangannya ternyata tidak berhasil.
Pralaya Medang dan Akhir Hidup Dharmawangsa
Nahasnya, pada awal abad ke-11 itulah armada Dharmawangsa sudah tidak kuat, dan Kerajaan Sriwijaya mempergunakan kesempatan itu sebaik-baiknya untuk melakukan serangan balik.
Sriwijaya akhirnya bersekutu dengan raja dari Kerajaan Wurawari untuk mendukungnya yang kecewa karena ambisinya untuk menikahkan putrinya dengan Airlangga agar mewarisi tahta kerajaan tak berhasil. Maka dari itu, penyerangan terjadi ketika Kerajaan Medang sedang mengadakan pesta pernikahan Dewi Galuh Sekar Kedathon, putri Dharmawangsa dengan Airlangga.
Penyerangan ini menenggelamkan Medang dalam kehancuran, dan sama sekali tak disangka oleh Dharmawangsa. Istana hangus terbakar, banyak perwira dan prajurit Medang gugur dalam pertempuran tersebut. Dharmawangsa tak mampu menahan amarah kemudian menerjang para pasukan dengan senjata keris pusakanya. Begitu pula dengan para petinggi kerajaan yang mengusir pasukan dari Wurawari tersebut.
Akan tetapi, amarah yang membakar dada Dharmawangsa membuatnya lengah, dan tiba-tiba sebuah tombak menusuk dadanya. Walau begitu, Dharmawangsa tetap memburu sang penombak hingga dirinya gugur karena kehilangan banyak darah. Sang penombak tersebut pastinya seseorang dari pasukan Wurawari, atau rajanya sendiri.
Tak hanya Dharmawangsa, seluruh kerabat raja gugur dalam peristiwa itu. Dalam beberapa sumber, disebutkan bahwa putrinya lolos dari maut bersama Airlangga dan Patihnya yaitu Mahapatih Mpu Narotama, namun di sumber yang lain disebutkan bahwa ia juga gugur.
Di sisi lain, Airlangga mendirikan kerajaan baru yaitu Kahuripan sebagai penerus tahta mertuanya tiga tahun kemudian, dengan dukungan para pendeta dan rakyat Medang.
Sumber & Referensi:
Dharmawangsa Teguh. Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Dharmawangsa_Teguh. (Diakses pada 30 Januari 2024).
Prasasti Pucangan. Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Pucangan. (Diakses pada 30 Januari 2024).
Ningsih, Widya Lestari. 2023. "Dharmawangsa, Raja Terakhir Mataram Kuno". Kompas.com, 25 Oktober 2023, dilihat 30 Januari 2024. <https://www.kompas.com/stori/read/2023/10/25/140000879/dharmawangsa-raja-terakhir-mataram-kuno?page=all>.
Adryamarthanio V, Indriawati T. 2023. "Tujuan Raja Dharmawangsa Teguh Menyerang Kerajaan Sriwijaya". Kompas.com, 31 Januari 2023, dilihat 30 Januari 2024. <https://www.kompas.com/stori/read/2023/01/31/150000279/tujuan-raja-dharmawangsa-teguh-menyerang-kerajaan-sriwijaya>.
Wisnu, Yesaya. 2023. "Kisah Pertempuran Dua Kerajaan di Balik Situs Ngloram". Solopos.com, 31 Agustus 2023, dilihat 2 Februari 2024. <https://jateng.solopos.com/kisah-pertempuran-dua-kerajaan-di-balik-situs-ngloram-1150541>.
Siswoyo, Agus. 2018. "Raja Dharmawangsa dari Kerajaan Medang, Pendidik Bangsa yang Tewas dalam Peristiwa Pralaya". The Jombang Taste, 7 Januari 2018, dilihat 3 Februari 2024. <https://agussiswoyo.com/raja-dharmawangsa-dari-kerajaan-medang-pendidik-bangsa-yang-tewas-dalam-peristiwa-pralaya/>.
Mualifa, Rizka Nur Laily. 2023. "Kisah Raja Dharmawangsa Beri Pendidikan Gratis untuk Warga, Menyamar Jadi Rakyat Biasa". Merdeka.com, 25 September 2023, dilihat 9 Februari 2024. <https://www.merdeka.com/jatim/kisah-raja-dharmawangsa-beri-pendidikan-gratis-untuk-warga-menyamar-jadi-rakyat-biasa-28195-mvk.html?screen=12>.