Emot Batu

Solusi efisien Gen Z dalam berkomunikasi

🗿 🗿 🗿 🗿 🗿 🗿

Apabila kita berbicara tentang emot atau yang disebut emoji dalam bahasa baku, tentu yang terpikirkan di otak kita adalah gambar-gambar ekspresi kecil yang biasa dipakai dalam obrolan chat guna menyampaikan ekspresi yang dirasakan sangat penulis, atau mungkin lebih layak disebut pengetik?

Namun, di tengah banyaknya emoji tersebut, hiduplah sebuah emoji yang entah apa gunanya: si emoji batu. Batu, mati, keras, tanpa ekspresi, tapi malah sering digunakan dalam pembicaraan di sosial media. Di sini, kita akan membahas topik yang sangat antimainstream, “Mengapa orang-orang relate dengan emoji batu?”

Pertama-tama, kita lihat kenyataan yang ada di depan mata kita. Ini batu, bung! Dia cuma di tanah, bengong, tidak bisa ngapa-ngapain, tidak bisa menggigit juga. Namun, justru itulah yang menjadi daya tariknya. Reaksi datar seolah tidak peduli apa-apa, malas ribut, malas mikir. Bukannya kita tidak peduli, tapi bagaimana lagi? Terkadang, sesuatu itu terlalu absurd untuk dikomentari dengan serius, maka jadilah emoji batu sebagai solusi dari masalah ini. Tinggal lempar saja melalui keyboard masing-masing.

Dalam kasus lainnya, emoji ini juga digunakan sebagai jawaban random bagi hal-hal yang serius. Misalkan teman kita sedang membahas wacana untuk liburan besok: Belajar bareng. Akan tetapi, jawaban kita cuma emoji batu, kenapa? Bukannya tidak peduli, kita cuma tidak percaya. Jangankan belajar saat liburan, buku di asrama saja sudah membusuk di lemari. Bahkan, emoji batu ini menjadi sebuah “tren” baru di masyarakat untuk mewakili jawaban “Terus, aku harus jawab apa?”. Jadi, sekarang beliau ini bukan lagi sebuah emoji, ini adalah suatu masterpiece yang harus dibanggakan akan keberadaannya.

A: Belajar bareng, yok!

B:  🗿

Dalam hati A: Ha?

Dalam hati B: Wacana aja terus.

Nah, itulah gambarannya!

Jika dipikir-pikir lagi, emoji batu ini sangat berguna bagi kita yang hidup di zaman persebaran informasi yang sangat cepat ini. Kita hidup di era drama yang ada di mana-mana, mulai dari gosip online sampai debat hal-hal yang tidak penting. Terkadang, ikut panas bukanlah solusi, tetapi tetap tenang dan “membatu”. Tidak semua hal yang terkini harus kita tanggapi dengan serius. Ada kalanya kita harus bersikap tidak peduli, dan di situlah emoji batu ini hadir. Emoji ini seolah mengingatkan kita bahwa tidak semua hal harus ditanggapi dengan serius, kadang diam itu adalah yang terbaik dan seolah memberi jawaban, “Aku tahu, tapi aku tidak mau ikut campur."

Setelah sekian lama tren emoji batu ini booming, muncullah suatu pandangan yang unik tentangnya. Ada yang mengatakan bahwa emoji batu itu tanda kebodohan, keras kepala, tidak suka berpikir, dan lain sebagainya. Namun, tetap saja emoji ini tetap bermakna absurd tergantung siapa yang menggunakannya. Setiap orang memiliki caranya sendiri dalam menampilkannya, dan setiap orang juga punya cara sendiri dalam menafsirkannya. 

Pada akhirnya, kita menyadari bahwa setiap hal memiliki daya tariknya tersendiri. Siapa yang mengira batu yang biasa tergeletak di jalan cukup dibentuk menyerupai muka orang untuk menjadi suatu emoji yang multimakna. Benda yang awalnya biasa kita temukan di bawah kaki sekarang sudah berkembang menjadi suatu emoji yang seolah menjadi bahasa universal untuk menyampaikan berbagai ekspresi mulai dari pasrah, dingin, absurd, bahkan untuk menunjukkan ketegaran. Ini bisa menjadi hal yang sederhana untuk kita belajar bersama bahwa terkadang hal sederhana yang “mati” di jalanan bisa menjadi “hidup” dalam sebuah obrolan. Ingatlah selalu kawan, ketika kita bingung menentukan jawaban dalam suatu obrolan chat, kita masih memiliki solusi pamungkas: Emot Batu.