Pesawat yang hilang sampai saat ini.
Pada tanggal 8 Maret 2014, keberangkatan pesawat yang sudah terjadwal menghilang dari radar dan hilang kontak. Dalam perjalanan dari Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur ke Bandara Internasional Kota Beijing. Pesawat Boeing 777-200ER ini terakhir kali melakukan kontak dengan pengawas lalu lintas udara kurang dari satu jam setelah lepas landas.
Dioperasikan oleh maskapai penerbangan Malaysia Airlines (MAS), pesawat ini mengangkut 12 awak pesawat (2 pilot dan 10 awak kabin) dan 227 penumpang dari 15 negara, kebanyakan adalah warga negara Tiongkok.
Pada hari yang sama, upaya pencarian dan penyelamatan gabungan yang kabarnya merupakan yang terbesar sepanjang sejarah dilancarkan di Teluk Thailand dan Laut Tiongkok Selatan. Wilayah pencariannya diperluas hingga Selat Malaka dan Laut Andaman. Tanggal 15 Maret setelah muncul laporan media bahwa penyidik AS percaya bahwa pesawat ini berbelok ke barat melintasi Semenanjung Malaya setelah ATC (pengawas lalu lintas udara) kehilangan kontak dan sebuah satelit masih menerima sinyal "ping" dari pesawat selama beberapa jam, pencarian diperluas hingga Samudra Hindia. Per-18 Maret, ada 26 negara yang terlibat dalam pencarian pesawat ini, sampai saat ini pesawat belum ditemukan.
Saat tanggal 20 Maret, serangkaian foto satelit yang memperlihatkan kemungkinan adanya serpihan pesawat di Samudra Hindia selatan di sebelah barat daya Australia, tepatnya di ujung paling tenggara lokasi, membuat aktivitas pencarian difokuskan di wilayah tersebut. Serpihan lain di sekitar terlihat oleh pesawat militer Australia dan Tiongkok pada 24 Maret. walaupun keberadaannya masih tidak diketahui, per-24 Maret, pejabat Malaysia Airlines dan pemerintah Malaysia percaya bahwa pesawat ini jatuh di Samudra Hindia Selatan tanpa ada yang selamat berdasarkan analisis oleh penyelidik penerbangan Britania Raya (Inggris) dan perusahaan satelit Inmarsat
Pesawat ini berangkat dari Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur pada tanggal 8 Maret pukul 00:41 waktu setempat (7 Maret) dan dijadwalkan mendarat di Bandar Udara Internasional Ibu Kota Beijing pukul 06:30 waktu setempat. Pesawat ini sedang naik ke ketinggian jelajah 35.000 kaki (11.000 m) dengan kecepatan udara 471 knot (542 mph; 872 km/h) ketika pesawat ini hilang komunikasi dan sinyal transpondernya hilang. Posisi terakhir pesawat ini per 8 Maret pukul 01:21 waktu setempat (17:21 UTC, 7 Maret) adalah 6°55′15″N 103°34′43″E, sesuai titik jalur navigasi IGARI di Teluk Thailand, dan dari situ rencananya pesawat berbelok sedikit ke arah timur. Pelacakan militer menunjukkan bahwa pesawat ini turun ke ketinggian 12.000 kaki setelah berbelok tajam ke arah Selat Malaka. Belokan tajam ini dianggap dilakukan secara sengaja karena pesawat tersebut butuh 2 menit untuk berbelok seperti itu dan tidak ada panggilan darurat ketika hal ini terjadi. Pesawat ini rencananya akan menghubungi pengawas lalu lintas udara di Ho Chi Minh City ketika melewati ruang udara Vietnam tepat di utara titik kehilangan kontak. Kapten pesawat lainnya berusaha menghubungi pilot MH370 "tepat setelah pukul 01:30 a.m." untuk menyampaikan permintaan pengawas lalu lintas udara Vietnam agar menghubungi mereka; kapten mengatakan bahwa ia bisa membina kontak, tetapi hanya mendengar pesan yang tidak jelas dan suara statis. Malaysia Airlines (MAS) mengeluarkan pernyataan media pada pukul 07:24, satu jam setelah kedatangan terjadwal penerbangan ini di Beijing. Pernyataan tersebut menyebut bahwa ATC Malaysia kehilangan kontak dengan pesawat pada pukul 02:40. MAS mengatakan bahwa pemerintah telah memulai operasi pencarian dan penyelamatan. Kemudian diketahui bahwa pengawas lalu lintas udara Subang kehilangan kontak dengan pesawat pukul 01:22 dan memberitahu Malaysia Airlines pukul 02:40. Baik awak kabin maupun sistem komunikasi pesawat tidak mengirimkan sinyal darurat, indikasi cuaca buruk, atau masalah teknis sebelum menghilang dari layar radar. Kata-kata terakhir yang didengar pengawas lalu lintas udara Malaysia pada pukul 01:19 adalah suara kopilot yang mengatakan, "All right, good night".
New Scientist melaporkan bahwa, sebelum pesawat hilang, dua laporan ACARS telah dikeluarkan secara otomatis kepada pusat pengawasan produsen mesin Rolls-Royce di Britania Raya dan The Wall Street Journal, mengutip sumber di dalam pemerintah AS, menulis bahwa Rolls-Royce menerima laporan operasi pesawat setiap tiga puluh menit selama lima jam, artinya pesawat ini masih terbang selama empat jam setelah transpondernya mati. Keesokan harinya, Menteri Transportasi Malaysia membantah laporan The Wall Street Journal bahwa transmisi mesin terakhir diterima pukul 01:07, sebelum pesawat menghilang dari radar sekunder. Laporan selanjutnya dari Reuters menyebut bahwa buktinya mungkin berupa "ping" yang dikirim oleh sistem komunikasi pesawat, bukan data (laporan telemetri). The Wall Street Journal kemudian mengubah laporannya dan menyatakan bahwa keyakinan bahwa pesawat tersebut masih terbang "didasarkan pada analisis sinyal yang dikirim oleh hubungan komunikasi satelit Boeing 777... hubungan yang dioperasikan dalam mode siaga (standby) dan berusaha membina kontak dengan sebuah satelit atau beberapa satelit. Transmisi ini tidak menyertakan data..." Inmarsat mengatakan bahwa "sinyal otomatis yang rutin tercatat" di jaringannya, dan seorang eksekutif perusahaan menambahkan bahwa "pesan hidup" terus dikirimkan setelah pengawas lalu lintas udara pertama kali kehilangan kontak dan "sinyal-sinyal ping" ini dapat dianalisis untuk membantu memperkirakan lokasi pesawat. Pada tanggal 14 Maret, The Independent menulis bahwa, berdasarkan pengiriman ping yang rutin oleh pesawat, pesawat ini mungkin tidak terbelah (disintegrasi) di udara atau mengalami peristiwa mendadak lain: "semua sinyal – ping ke satelit, pesan data, dan transponder – pasti berhenti pada waktu yang sama". Setelah serangan 11 September 2001, ketika transponder di tiga pesawat yang dibajak dimatikan, banyak pihak mengusulkan pemasangan transponder otomatis tetapi tidak ada perubahan yang dilakukan karena para pakar penerbangan lebih memilih kendali yang fleksibel seandainya suatu saat perlu diset ulang akibat kesalahan teknis atau arus pendek. Menurut media Tiongkok, kerabat keluarga penumpang mendengar nada sambung ketika menelepon penumpang. Meski begitu, klaim ini diabaikan karena Penerbangan 370 tidak dilengkapi stasiun pemancar (base station) yang ditawarkan oleh beberapa maskapai penerbangan dengan layanan telepon seluler dalam penerbangan, dan jarak dari menara pemancar, ketinggian penerbangan, dan selubung badan pesawat membuat transmisi jenis apapun sangat tidak mungkin terjadi.
Pada tanggal 24 Maret, Malaysia Airlines mengumumkan: Menggunakan analisis yang belum pernah digunakan dalam investigasi pesawat seperti ini... Inmarsat dan AAIB telah menyimpulkan bahwa MH370 terbang di sepanjang koridor selatan, dan posisi terakhirnya berada di tengah Samudra Hindia di sebelah barat Perth. Ini adalah lokasi terpencil yang jauh dari tempat pendaratan manapun. Dengan kesedihan dan penyesalan yang mendalam saya beritahu bahwa, berdasarkan data baru ini, penerbangan MH370 berakhir di Samudra Hindia Selatan. Pesan SMS dikirimkan oleh pihak Malaysia Airlines kepada keluarga penumpang dan awak yang isinya "tanpa keraguan lagi" penerbangan ini hilang dan tidak ada korban selamat. Inmarsat menyatakan bahwa analisis mereka didasarkan pada pengukuran efek Doppler pada transmisi "ping" pesawat.
Pada tanggal 11 Maret, dilaporkan bahwa radar militer menunjukkan bahwa pesawat ini telah berbelok ke barat dan terus terbang selama 70 menit sebelum menghilang dari radar Malaysia di dekat Pulau Perak, dan pesawat tersebut terlacak sedang terbang di ketinggian yang lebih rendah melintasi Malaysia ke Selat Malaka. Menurut Wakil Menteri Transportasi Vietnam, Pham Quy Tieu, "Kami sudah memberitahu Malaysia pada hari kehilangan kontak dengan pesawat bahwa kami melihat pesawat tersebut berbelok kembali ke barat, namun tidak ditanggapi oleh Malaysia." Para pakar dari Amerika Serikat, yang ditugaskan untuk membantu penyelidikan secara berhati-hati sesuai aturan tanggung jawab, menganalisis data radar dan langsung melaporkan bahwa data radar itu memang memperlihatkan bahwa pesawat terbang ke barat melintasi Semenanjung Malaya. Reuters dan The New York Times menulis bahwa perubahan rute ini menunjukkan bahwa pesawat ini berada di bawah kendali pilot yang sudah terlatih. The New York Times juga menulis bahwa pesawat mengalami perubahan ketinggian yang besar. (600 km) di sebelah barat Perth, Australia, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak pada 15 Maret bahwa sinyal terakhir tersebut, diterima pukul 08:11 waktu Malaysia, mungkin berasal dari kawasan utara di sekitar Kazakhstan. Najib menjelaskan bahwa sinyal-sinyal itu pasti berada di salah satu dari dua lokasi potensial: lokasi utara yang merentang kira-kira dari perbatasan Kazakhstan dan Turkmenistan hingga Thailand Utara, atau lokasi selatan yang merentang dari Indonesia sampai Samudra Hindia selatan. Tak satu pun negara di rute penerbangan utara – Tiongkok, Thailand, Kazakhstan, Pakistan, dan India – yang memiliki bukti bahwa pesawat tersebut memasuki ruang udara mereka. Meski kemudian dikonfirmasi bahwa transmisi terakhir ACARS menunjukkan tidak ada yang aneh dan rute normal ke Beijing, The New York Times melaporkan pernyataan ‘‘pejabat senior Amerika Serikat‘‘ pada tanggal 17 Maret bahwa jalur penerbangan terjadwalnya sudah diprogram terlebih dahulu menuju koordinat barat yang tidak disebutkan melalui sistem pengelolaan penerbangan sebelum ACARS berhenti berfungsi, dan titik jalur yang ‘‘melenceng jauh dari rute ke Beijing‘‘ ditambahkan ke sistem. Dengan pemrograman ulang seperti itu, pesawat akan melakukan belokan tajam dengan sudut halus sekitar 20 derajat dan penumpangnya akan merasa biasa-biasa saja. Pemadaman seluruh komunikasi kabin secara mendadak memunculkan dugaan bahwa kehilangan pesawat ini diakibatkan oleh aksi kriminal.
Upaya pencarian awal membuahkan banyak hasil yang tidak relevan. Seorang laksamana Angkatan Laut Vietnam melaporkan bahwa kontak radar dengan pesawat terakhir kali terjadi di atas Teluk Thailand. Jejak minyak yang terdeteksi di lepas pantai Vietnam pada tanggal 8 dan 9 Maret terbukti bukan bahan bakar penerbangan. Temuan serpihan sekitar 80 km (50 mi) di selatan Pulau Thổ Chu pada tanggal 9 Maret juga terbukti bukan berasal dari pesawat terbang. Pencarian yang dipandu citra satelit Tiongkok yang diambil tanggal 9 Maret memperlihatkan tiga objek mengambang berukuran sekitar 24 x 22 meter ([convert: unit tak dikenal]) di 6.7°N 105.63°E juga tidak membuahkan hasil, pejabat Vietnam mengatakan bahwa wilayah tersebut telah "disisir secara menyeluruh". Angkatan Laut Kerajaan Thailand mengalihkan fokus pencariannya dari Teluk Thailand dan Laut Tiongkok Selatan atas permintaan Malaysia. Saat itu Malaysia sedang mempelajari kemungkinan pesawat berbelok kembali dan jatuh di Laut Andaman dekat perbatasan Thailand.Panglima Angkatan Udara Kerajaan Malaysia, Rodzali Daud, mengklaim rekaman militer dari radar sinyal tidak menutup kemungkinan bahwa pesawat kembali ke jalur penerbangannya. Radius pencarian diperbesar dari radius asli 20 mil laut (37 km; 23 mi) dari posisi terakhir yang diketahui, di selatan Pulau Thổ Chu, menjadi 100 mil laut (190 km; 120 mi). Wilayah tersebut disisir dan diperluas hingga Selat Malaka di sepanjang pesisir barat Semenanjung Malaya. Perairan di timur Malaysia di Teluk Thailand dan perairan Selat Malaka di sepanjang pesisir barat Malaysia juga menjadi target pencarian. Pada tanggal 12 Maret, pihak berwenang mulai menyisir Laut Andaman di barat laut Selat Malaka. Pemerintah Malaysia meminta bantuan India untuk mencari pesawat di daerah tersebut. Tanggal 13 Maret, Sekretaris Pers Gedung Putih mengatakan bahwa "wilayah pencarian lainnya mungkin akan ditambahkan di Samudra Hindia berdasarkan informasi terbaru" dan seorang pejabat senior di The Pentagon berkata kepada ABC News: "Kami menduga pesawat itu jatuh di Samudra Hindia." Tanggal 17 Maret, Australia sepakat untuk memimpin pencarian di lokasi selatan dari Sumatra hingga Samudra Hindia Selatan.Pencarian ini akan dipimpin oleh Australian Maritime Safety Authority. Wilayah seluas 600.000 km2 (230.000 sq mi) antara Australia dan Kepulauan Kerguelen yang letaknya lebih dari 3.000 kilometer (1.900 mi) dari Perth akan dijelajahi oleh beberapa kapal dan pesawat milik Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat. Pada 17 Maret, terungkap bahwa pesan terakhir ACARS pukul 01:07 tidak berarti bahwa sistem pesawat dimatikan pada saat itu juga seperti yang diduga sebelumnya.Otoritas Malaysia mengatakan bahwa ACARS dimatikan antara 01:07 dan kontak terjadwal ACARS selanjutnya yang berakhir pukul 01:37 Tanggal 20 Maret, Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, mengumumkan di hadapan parlemen bahwa dua objek yang mungkin terkait dengan pesawat, salah satunya sepanjang 24 m (79 ft), tertangkap oleh satelit di Samudra Hindia pada tanggal 16 Maret, 2.500 km (1.600 mi) di barat daya Perth (koordinat 44°03′02″S 91°13′27″E), yang kedalaman lautnya bisa mencapai 5.000 meter (16.000 ft). Pesawat patroli laut Lockheed P-3 Orion milik Australia tiba di daerah tersebut pada pukul 02:50 UTC. Kapal HMAS Success milik AL Australia, kapal AL Myanmar, pesawat patroli laut Boeing P-8 Poseidon angkatan laut Amerika Serikat, dua pesawat Orion (satu dari Australia dan satu lagi dari Selandia Baru), dan satu pesawat kargo Lockheed C-130 Hercules juga diterbangkan ke wilayah tersebut.[83] Dua pesawat kargo militer Ilyushin Il-76 milik Tiongkok dan dua Orion milik Jepang tiba di RAAF Base Pearce bergabung untuk membantu tim pencari.Pesawat terbang dan kapal penumpang juga membantu pencarian. Tanggal 22 Maret, sebuah citra satelit Tiongkok yang direkam empat hari sebelumnya dirilis dan memperlihatkan kemungkinan serpihan pesawat sekitar 120 km (75 mi) di barat daya wilayah yang ditampilkan di citra sebelumnya.[90][91][92] Ukuran objek tersebut diperkirakan 225 m × 13 m (738 ft × 43 ft), di koordinat 44°57′29″S 90°13′43″E, dekat salah satu titik 45×90 kira-kira 3.170 km (1.970 mi) di barat daya Perth.
Menanggapi insiden ini, pemerintah Malaysia memobilisasi departemen penerbangan sipil, angkatan udara, angkatan laut, dan Maritime Enforcement Agency, serta meminta bantuan internasional melalui Five Power Defence Arrangements dan negara-negara tetangga. Berbagai negara melancarkan misi pencarian dan penyelamatan di perairan Asia Tenggara.[93][94] Dalam kurun dua hari, negara yang terlibat telah mengirim lebih dari 34 pesawat dan 40 kapal ke kawasan tersebut. Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty Organization Preparatory Commission menganalisis informasi dari serangkaian stasiun deteksi suara infra milik mereka, tetapi gagal menemukan suara apapun yang dikeluarkan oleh Penerbangan 370. Pada tanggal 11 Maret, otoritas Tiongkok, mengaktifkan International Charter on Space and Major Disasters, organisasi internasional beranggotakan 15 negara yang bertujuan "...menyediakan sistem terpadu pemerolehan dan penyampaian data antariksa kepada negara-negara yang terkena dampak bencana alam atau buatan manusia melalui Pengguna Berwenang." 11 negara lainnya ikut bergabung dalam misi pencarian pada 17 Maret setelah Malaysia meminta lebih banyak bantuan dan total akhirnya mencapai 26 negara. Meski tidak berpartisipasi dalam pencarian, Sri Lanka mengizinkan pesawat pencari memakai ruang udaranya. Aset yang dikerahkan Malaysia meliputi pesawat militer bersayap tetap dan helikopter militer, dan kapal milik angkatan laut dan Malaysian Maritime Enforcement Agency. Pusat koordinasi pencarian didirikan di National Disaster Control Centre (NDCC) di Pulau Meranti, Cyberjaya. Negara tujuan penerbangan, Tiongkok, mengerahkan fregat Tipe 053H3 Mianyang, kapal polisi laut No. 3411, kapal penghancur Tipe 052C Haikou, dok angkut amfibi Tipe 071 JinggangShan, KunlunShan, kapal patroli Haixun 31, kapal bantuan bawah air Tipe 925 Yongxingdao, kapal penelitian Xuelong, kapal penyelamat Haixun 01, beberapa kapal dagang, kapal penyelamat Nanhaijiu 101, dan kapal suplai Tipe 903 Qiandaohu. Selain itu, sejumlah satelit militernya diberi tugas tambahan untuk mencari pesawat ini. Tiongkok juga mengirim dua Ilyushin Il-76 ke RAAF Base Pearce dekat Perth untuk membantu pencarian di Samudra Hindia Selatan. Other nations provided the following asset types: