Monolog
Sedikit cerita, kata-kata dan realita dari diri rapuh manusia
2024-11-28 15:35:40 - Hayzalia
22.15
Disela-sela sistem kebut semalam untuk menyelesaikan karya ilmiah yang semakin dekat tenggatnya, aku iseng membuka lagi arsip-arsip yang tersimpan di Byte. Writing session memang menyimpan banyak cerita. Meski terkadang aku sendiri selalu menunda untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan random yang muncul setiap hari Rabu di Byte, pada akhirnya, isi kepalaku tidak bisa lagi dibohongi. Semua mengalir begitu saja, ringan, dan tanpa beban.
Salah satunya adalah arsip jawabanku dari pertanyaan "Menurutmu, siapakah dirimu?" However, munculnya pertanyaan ini di Rabu pagi kala itu seakan mengamini badai internal yang tak berhenti menggangguku sejak semalam sebelumnya. Pada awalnya aku sangsi untuk mengakui bahwa ini bukan kebetulan, tapi seiring kata-kata mulai tertulis, aku menyadari bahwa memang ini anugerah yang Allah berikan padaku.
Siapa... sebenarnya... aku?
Me? Kurang lebih definisinya seperti ketika kita melihat pantulan diri sendiri di cermin yang retak. Ya, sesempurna apapun pantulan orang di dalamnya, ia tak akan pernah utuh lagi. Cahaya matanya redup serta basah oleh air mata yang tak pernah tahu waktu terus berlinang.
Apakah ia penting? apakah ia punya alasan kuat untuk terus berada di antara orang lain? Sepertinya tidak. Kehancuran telah menanti dirinya sejak lama, hanya saja, ia tak tahu bahwa hal itu benar adanya. Waktu yang diperlukan olehnya untuk kembali belajar mengenai interaksi manusia dan kasih sayang, tentang bagaimana F aksi tidak harus serta merta dibalas dengan -F reaksi, tentang hati yang terlalu kompleks untuk dimengerti...
Ia membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk itu ....
Sehingga kesempatan itu dikalahkan oleh waktu orang-orang untuk menyadari bahwa mereka selama ini peduli pada orang yang salah. Orang yang terlalu lama untuk belajar mengerti dan memberi afeksi yang serupa. Orang yang selama ini selalu tampak egois di luar, walau ia sebenarnya hancur perlahan dari dalam. Senyumnya bukan lagi suatu ungkapan bahagia, melainkan menjadi salah satu bagian dari mekanisme defensif yang selalu ia lontarkan selama ini untuk menutupi badai internal yang tanpa ampun menghantamnya.
Namun, jauh di dalam hatinya, ia tertawa dengan tulus. Ia bahagia melihat orang lain dapat berinteraksi dengan baik dan harmonis, meski tanpa kehadirannya. Hal itu seakan sudah dapat menjadi panasea bagi seluruh luka-lukanya. Karena hanya hal itu yang ia inginkan, namun hanya dapat terwujud tanpa kehadirannya.
Who am I?
Then, just re-read all of it and u'll find urself tearing since it only consists of the truths u can't deny.
Aku cengeng. Ya, aku cengeng. Mungkin hal ini tak seberarti itu bagi orang lain, namun jauh dalam lubuk hatiku, aku bangga telah bisa berani mengekspresikan pikiranku, sekacau apapun itu. Katarsis yang sehat. Catatan masa lalu menjadi penuh makna dan rasa.
Karena apa yang telah lalu membentuk kita di masa kini.
Love yourself, you're worth the love.