Tas Temuan Joko

Joko mendapat panggilan dari seorang yang mengaku sebagai satpam dari gedung xxx, dan Joko tidak mengenali nomornya, lalu ia ....

2023-11-21 13:17:11 - Andini Aliyah Putri Putri

 “Totalnya 160k ya, Mas… terima kasih sudah berbelanja,” ucap Joko ke pelanggan dengan senyumnya. 

Joko melihat jam yang ada di ponselnya menandakan pukul 20.00, ia tak sabar ingin ke rumah pacarnya yang akan ulang tahun malam ini, ia bergegas beres-beres toko untuk orang yang akan berjaga shift malam. Joko yang tidak punya kendaraan memilih untuk naik kendaraan umum seperti Gojey, saat menunggu Joko tiba-tiba ditelepon oleh nomor yang tidak dikenal, ia pun mengangkatnya.

          “Halo? Ini Bapak Gojey ya?” tanya si Joko.

          “Halo Mas, ooh bukan Mas. Saya satpam depan gedung 60 itu loh Mas, omong-omong saya boleh minta tolong gak, Mas?” jawab satpam itu.

          “Minta tolong apa, Pak?” balas Joko

          “Masnya lihat ada tas di dekat situ gak? Nah itu punya saya, tadi saya habis dari sana tapi saya lupa karena saya buru-buru ada urusan jadi lupa deh tasnya, alhasil ya ketinggalan dekat situ tas saya, tolong Masnya antar ke alamat ini Jl. #!@#$%%^^*** saya butuh sekali tas itu,” ucap pak satpam.

          “Oh ya Pak, habis ini saya antarkan,” balas Joko sambil mengambil tas itu.

          “Terima kasih Mas, nanti kalau sudah datang tolong kabari saya, ya” jawaban akhir dari telepon itu.

Joko pun tak pikir panjang, ia yang hampir telat untuk merayakan ulang tahun pacarnya segera mengantarkan tas itu ke pak satpam naik Gojey. Setelah Joko sampai di alamat yang dikirim pak satpam Joko mulai curiga.

           “Kenapa tempat ini sepi, mana gelap banget. Benarkan di sini alamatnya?” tanyanya dalam hati.

Joko menelepon kembali nomor yang tidak dikenali tadi.

          “Halo Pak, saya sudah sampai di alamat yang bapak kirim,” ucap Joko.

“Iya Mas? Oh yaaa, taruh tasnya di bangku dekat situ saja Mas, nanti saya ambil,” kata bapak itu.

         “Oke Pak saya taruh, ya.” balas Joko.

         “Oya Mas, Masnya gak buka-buka tasnya kan? Mas gak tau isinya kan?” tanya bapaknya.

        “Oh tenang saja Pak saya gak tau isinya kok, ya sudah Pak saya duluan, ya” jawab Joko.

        “Ya, ya hati-hati ya Mas, sudah malam soalnya, he he,” akhir dari telepon.

Joko terheran-heran dengan bapak yang barusan, mengapa sangat melarang dirinya untuk tidak membuka tas itu. Karena Joko sudah sangat penasaran dengan isi tas itu akhirnya Joko membuka tasnya sedikit.

        “Gak apa-apa kan ya, kan cuma buka sedikit habis itu langsung pulang,” ucapnya dalam hati.

Ketika Joko membuka tasnya Joko ternganga, seluruh badannya dan kakinya lemas, ia tak percaya apa yang telah ia lihat di dalam tas itu. Ia segera menutup tas itu, ketika Joko berbalik badan.

        “Mas? Kok belum pulang,” suara seorang bertanya.

Joko terkejut dan wajah Joko terlihat pucat ia berwaspada kepada orang yang datang, orang yang bertanya tadi adalah pak satpam yang meminta tolong ke Joko. Tapi Joko melihat bapak itu tidak menggunakan seragam satpam.

        “Lho Masnya wajahnya seperti ketemu setan saja, ha ha.” canda orang itu.

        “Ha ha, gak Pak, kirain siapa,” jawab Joko.

        “Masnya pasti habis lihat isi tas saya, ya?” tanya pak satpam sambil menatap tajam Joko.

        “Ha…ha…ha ha ya gak lah Pak, kan kata Bapak saya gak boleh lihat, saya gak tau isi tasnya kok Bapak tenang saja,” jawab gagap Joko.

        “Hobi saya itu suka foto yang agak seram-seram begitu Mas, jadi bisa dibilang saya fotografer yang buka usaha creepy studio begitu,” sahut orang itu.

        “Oooh fotografer toh, kirain foto-foto itu beneran, ha ha” jawab Joko

        “Jadi masnya memang lihat isi tas saya, ya?” tanyanya sambil membawa linggis di tangannya.

        “E… e…e gak Pak,” badan Joko merinding, Joko berlari namun ia dihadang oleh bapak tadi.

        “Eitts mau ke mana, mau lapor polisi?” halang bapak tadi, Joko terdiam ia tak tahu harus ke mana sekarang.

        “Saya tidak akan b*n** kamu, tapi sebagai gantinya… ” Tangg! Joko terbaring pingsan di tempat.

Ketika Joko membuka mata ia merasa linglung dan pusing, ketika melihat ke arah tangannya sudah menempel di atas meja terborgol, ia memberontak namun itu usaha yang sia-sia.

       “Lepas... lepaskan. Aaaakhh!” pandangan Joko tertuju ke seseorang yang berjalan ke arahnya.

       “Joko… Joko hidupmu kok sengsara banget, saya jadi kasihan sama kamu,” ucap seorang yang tak dikenalnya.


Joko mengigil ketakutan ia takut jika orang yang mengaku-ngaku satpam atau si X tadi akan mencelakainya atau lebih dari itu.

        “Santai saja dong, gak usah takut seperti itu, saya bawa kamu ke sini untuk jadi teman ceritamu. Pasti ada banyak yang ingin kamu ceritakan ke saya, sebenarnya kamu itu mirip seperti saya,” katanya sambil duduk di kursi depan Joko.

Joko tidak memedulikan kata-kata orang itu, tiba-tiba “Ctang!” Joko tersentak dan bingung.

        “Tuh, kalau kamu mau kabur tinggal lepaskan saja borgol sebelah kirimu pakai palu,” ucapnya menaruh palu setelah melepaskan borgol di tangan kanan Joko.

        “Tapi habis itu saya akan ********mu, jadi itu adalah pilihanmu antara kamu ingin bercerita saya tidak akan ********mu atau kamu ingin kabur lalu ****?” ancamnya.

Joko yang sudah tidak tahu memilih apa, akhirnya ia mulai bercerita masa lalunya.

         “Sebenarnya keluarga saya adalah keluarga yang hancur, dulu Ayah saya yang selalu meminta uang ke Ibu karena ia yang sudah gila judi, jika Ibu tidak memberikan uang ke Ayah, Ayah akan memukulinya dan menjual barang yang ada di rumah, TV yang Ibu belikan untuk saya dari hasil jerih payah Ibu agar aku bisa menonton TV di rumah di jual begitu saja, aku tidak tahan dengan perlakuan Ayah ke Ibu,” ungkap Joko. 

         “Prok!...prok!...prok! Hahaahah baguuus cerita yang sangat enak didengar, lalu setelah itu apa kamu tidak bertindak atas perlakuan ayahmu itu?” si X yang kegirangan mendengar cerita Joko.

         “Setelah itu 5 tahun berlalu…” 

***

aku sudah menjadi murid SMA, sampai aku berumur 17 tahunpun ayahku tetap melakukan kesehariannya, yaitu judi. Suatu hari ibu yang waktu itu setelah pulang kerja langsung dipalak lagi uangnya, tapi ketika itu ibu tidak ingin memberikannya karena uang itulah satu-satunya harapan untuk membiayaiku sekolah. Akhirnya entah iblis mana yang merasuki ayahku, ia ******** ibu sampai **** dan berharap bisa mendapatkan uangnya. Tak lama dari kejadian itu, aku yang pulang sehabis dari sekolah dan ketika aku melihat isi rumah yang sudah tidak karuan. Aku melihat ayah yang ********* ibu dengan tangannya berusaha **********kan nyawanya. Namun aku sudah terlambat, aku datang ketika nyawa ibu sudah tidak ada, aku yang sudah tidak tahan dengan apa yang kulihat waktu itu, tanpa sadar aku mengambil botol dan aku ******* kepala ayah menggunakan botol itu lalu aku ********nya. Dengan pecahan kepala botol aku pun *******-***** dan ************ isi ***** ayah. 

         “Di situ aku merasakan kenikmatan karena semua dendam yang aku pendam bisa kuluapkan ahahhahaha aku sangat puas,” ucap Joko di akhir cerita.

        “Betuul itu sangat memuaskan hahahaha, apa yang saya bilang kita itu sama Mas tapi beda sedikit,” respons dari si X.

        “Nah lalu, jika tahu dunia sangat tidak adil, kenapa kamu masih saja memohon untuk hidup bukannya lebih baik kamu **** agar kamu tenang?” ucap si X membujuk.

        “Oh ya, aku ingin memperlihatkan kamu ini, ini adalah kamera polaroid yang ayah belikan untukku saat aku masih di bangku sekolah. Ini menjadi barang yang sangat berharga dalam hidupku,” ucap si X

 “Kenapa itu bisa jadi barang yang Bapak sayangi?” tanya Joko.

          “Karena saat aku sudah beranjak dewasa aku sudah tidak tahu foto apa yang bagus untuk diambil dengan kamera yang mulai rusak, ketika aku memotret pemandangan semuanya menjadi hitam putih itu karena kamera polaroidku yang sudah tidak bisa mencetak warna dengan benar, tapi saat aku memotret bunga mawar merah warnanya masih jelas aku pun senangnya tidak karuan, dari situ aku berpikir jika aku memotret ***** apa warna yang akan di keluarkan? Aku berlari kegirangan sampainya aku di rumah aku mengambil ***** yang ada di dapur lalu aku ke kamar ayahku yang sudah tua bangka, aku ingin menjadikan ayahku sebagai maha karyaku yang pertama jadi aku ******* *****nya lalu aku seret ***** itu ke arah bawah sampai ke arah pusar. Setelah itu aku cepat-cepat mengambil kamera polaroidku lalu ketika aku mengambil gambar, aku terkejut bukan main hasil gambar potret yang kuambil sangat baguuuus! Dari situlah aku menyukai kamera ini,”

           “Nah apa kamu masih ingin hidup di dunia yang tidak adil ini? Dengan semua cobaan yang tak henti-hentinya menimpamu, sudahlah…. **** saja….. tuh sudah ada **** tinggal pakai,” tawar si X.

Joko yang sudah lelah dengan hidupnya, karena selama ini ia baru sadar kalau ia hanya dimanfaatkan oleh orang-orang di sekitar salah satunya adalah pacarnya yang hanya menginginkan uang Joko, dan ia sudah frustrasi dengan kesehariannya yang hanya berpenghasilan minim di mini market karena ia tidak diterima bekerja di manapun. Kedua orang tuanya juga sudah tiada, semua kerabatnya pun sudah tidak peduli, ia sudah **** atau belumpun mereka juga tidak peduli. Jadi Joko, merasa sudah tidak berguna di dunia ini.

Joko dengan semua emosinya mengarahkan tangannya untuk mengambil **** yang ada di depannya dan “Tang!....cekrik!” Joko ******* kepalanya, lalu si X mengambil gambar.

         “Hihihi ini akan menjadi mahakarya yang sangat luar biasa yang pernah aku ambil!” gumamnya.


“Tang!...tang!....cekrik!”

“Tang!...cekrik!”

“Tang!...tang!...cekrik!”

“Tang!....tang!...tang!...cekrik!”

***

“Wah lihat ini ada yang aneh dengan wajahnya, lihat deh” ucap salah satu detektif

“Haha kok agak ngeri ya lihatnya, mana kepalanya ****** dan kenapa dia tersenyum lebar padahal dia kan mau ****,” balas rekannya. 


Ada benda yang ditaruh di atas meja, di depan mayat tersebut ada 5 foto polaroid yang disusun sesuai urutannya.


Selesai…

More Posts