Cerita Narasi: Lautan
Sebuah cerita fantasi karya Iandra Quarta Filia Sarwono
2023-10-30 10:57:44 - Fitri Isnaeni
Sabiru, anak dari keluarga nelayan turun temurun, ia tinggal di desa di pesisir pantai bernama Desa Kaia. Dia anak ke 12 dari 12 bersaudara. Siapa bilang anak terakhir selalu dimanjakan? Sayangnya, ia sangat dikucilkan di keluarganya sendiri karena tubuhnya yang bersisik layaknya ikan. Tak hanya keluarganya, seluruh warga desa pun jijik melihatnya, ia seringkali dipanggil “manusia bersisik” oleh kakak-kakaknya, maupun teman-teman sebayanya. Suatu hari, ia dipanggil oleh Ibundanya yang sangat ia cintai “Sabiru! Sabiru!” Ratna memanggil Sabiru dengan berteriak. “Sabiru! Kenapa kau tak kunjung datang?” Ratna yang merupakan ibu kandung Sabiru pun mengoceh.
Akhirnya Sabiru pun datang dengan tergesa-gesa “Iya Ibu? Ada apa memanggil Sabiru?” Sabiru berbicara dengan suara yang terengah-engah. “Memancinglah ikan-ikan di dekat dermaga kapal itu! Kakak-kakakmu ingin memakan ikan!” Bentak Ratna. Lalu Camelia, anak ke 11. Kakak yang paling jahat kepada Sabiru, yang sering mengejeknyapun datang untuk mengejek Sabiru, ejekannya tersebut membuat anggota keluarga lain tertawa. Sabiru sudah kebal dengan itu, ia tidak peduli dan bergegas ke dermaga kapal, dan ia memancing ikan dengan melihat senja. Kadang, Sabiru bingung, kenapa kalau Sabiru memang sudah bersisik dari lahir dan mereka tidak suka, mengapa Sabiru tidak dibuang saja pada awalnya? Keluarga yang aneh.
Bulan-bulan pun berlalu dengan ejekan yang Sabiru tak pedulikan. Suatu hari, Sabiru diminta ke pasar sayur-mayuran, tiba-tiba, ada seorang nenek-nenek yang meminta uang untuk makan cucunya. “Nak, bolehkah nenek meminta uangmu? Cucu nenek kelaparan, Nak. Orang tuanya pergi meninggalkannya..” Betapa tidak teganya Sabiru melihat nenek-nenek itu, ia memberi kembalian dari sayur yang ia beli tadi. Lalu, dengan mencurigakan, nenek itu tiba-tiba berkata. “Nak, ayo ikut Nenek sebentar.” Dengan ragu, Sabiru mengikutinya. Betapa terkejutnya ia melihat desa di balik tebing belakang pasar. Tetapi ia tak mengenali desa itu, aromanya beda, udaranya beda. Sehingga, Sabiru mengira ia masuk ke dalam desa ghaib anak yang bersisik seperti Sabiru sendiri, tetapi mereka bisa berwujud manusia maupun seperti ikan. Hari itu hari pertama Sabiru mempunyai teman, mereka sama seperti Sabiru, tetapi Sabiru sedikit tidak percaya diri karena mereka mempunyai keluarga yang anggotanya juga bersisik sepertinya. Hari itu pun Sabiru diberi tahu jika nama spesies mereka adalah Siren, lalu Marella yang merupakan teman baru Sabiru berkata “Tetapi, kamu juga harus berhati-hati Sabiru, ada siren jahat dan siren baik, biasanya Siren jahat akan berpura-pura menjadi kawan baik Siren baik. Tetapi, Sabiru hanya mendengarkan saja, ia tidak percaya jika nanti ada Siren jahat yang bakal membunuhnya. Mereka pun bermain sampai sore, Sabiru sangat senang! Tiap hari ia bermain dengan mereka, mereka bernama Marella, Pin, Ruth, dan Ren. Semakin Sabiru punya teman, ia makin dibenci oleh kakak-kakaknya. Camelia tiba-tiba datang dan berkata “Apakah kalian tidak malu mempunyai teman berupa ikan? Hahahaha,” ketawa Camelia. Mereka pun diam saja. Karena Camelia kesal telah dihiraukan, ia pulang ke rumah dengan kesal dan mengadu ke kakak-kakaknya dan ibunya. Setelah Sabiru pulang, Ibunya langsung memarahinya “Anak yang sombong! Baru saja sudah punya teman langsung sombong!” Ratna dengan cepat menampar Sabiru, Ratna membela Camelia yang berpura-pura menangis di belakang kakak-kakaknya itu.
Sabiru terkejut, Sabiru langsung berlari keluar dari rumah tanpa membawa apa-apa kecuali tas kecil coklat yang selalu ada di bahunya itu. Pin, Ruth dan Ren tak sengaja melihat Sabiru lari keluar dari rumahnya. Betapa terkejutnya melihat pipi Sabiru yang amat merah. Mereka pun berlari mengejar Sabiru, mereka berteriak-teriak memanggil Sabiru, Sabiru menghiraukan teriakan mereka itu, ia berlari menuju pantai. Sabiru langsung lompat ke laut dari dermaga kapal. Teman-teman Sabiru sudah tidak tau apa yang terjadi lagi. Tetapi langit mulai gelap dan mendung. Tak tahu kenapa, warga desa Kaia mulai gelisah.