kita memang egois
Pada suatu pagi yang cerah, terdapat anak yang masih ingin bergelut dalam selimut dan berkelana dalam mimpi. Satu dua kata telah banyak dilontarkan Emak untuk membangun kan Imaa dari lantai bawah. Merasa dihiraukan, Emak memilih naik langsung ke lantai atas menuju ruangan paling pojok.
Ketika pintu dibuka, disambutlah Emak dengan banyaknya boneka yang berserakan di lantai. Dengan hati kesal, Emak membangunkan Imaa sedikit lebih keras. Untuk ke sekian kalinya Emak ingin berteriak dan menyerah membangunkan Imaa. Bahkan sekedar terusikpun Imaa tidak merasakannya, seakan mimpi dan khayalannya menutup telinga dan menyegel mata Imaa kencang-kencang.
“Ini yang terakhir Imaa, jika Imaa masih tidak ingin bangun Emak akan menyuruh Bu guru yang membangunkan Imaa!” Ucap Emak dengan sedikit Emosi. Tanpa aba-aba Imaa bangun dan terbirit menuju kamar mandi.
“Dasar anak itu.” Ucap Emak melihat anaknya. Sudah beres dengan membangunkan Imaa, Emak segera menuju ke bawah. Langkah kaki Emak sedikit ringan mengingat satu masalah yang setiap pagi di rumah sudah selesai. Namun tak berselang lama teriakan Imaa terdengar seantero rumah.
“Ya Allah anak itu! Sudah Emak bilang ambil handuk dulu sebelum mandi, kalo begini siapa coba yang susah?!” Ricuh Emak sembari mencari handuk Imaa di jemuran.
Setelah perdebatan panjang dan lebar di rumah. Kali ini Imaa bersemangat melangkahkan kakinya menuju sekolah.
“Pagi Pak, Buk”
“Pagi, Pak Jaka”
“Haloo Menisa”
Itulah beberapa kalimat yang setiap melangkah dari gerbang hingga kelas selalu Imaa ucapkan. Terlihat seperti Imaa siap memulai hari dengan semangat. Namun, langkah serta semangat Imaa pasti berangsur hilang. Bukan karena habis terkuras namun karena dia akan bertemu dengan teman sekelasnya bernama Chelsea. Namanya saja bagi Imaa sudah horor.
Nama lengkapnya Chelsea Hara Kyushiki Baxter. Anak konglomerat keluarga Baxter. Siapa yang tidak mengenal Baxter Family. Keluarga terkaya yang menjadi donatur sekaligus pemilik sekolah. Jika Imaa boleh berpendapat, Imaa ingin berpendapat bagaimana kalau dirinya yang menjadi konglomerat dan Baxter Family berputar jadi melarat.
Setiap hari Imaa akan selalu mengadu kepada salah satu teman yang ingin mendengarkan Imaa. Setiap orang akan berpendapat bahwa si teman tersebut terkesan tertekan. Namun, siapa sangka bahwa Alyphe adalah salah satu teman Imaa yang tetap menemani Imaa di sekolah maupun bermain di rumah. Alyphe sendiri tak segan mengajak Imaa ke rumahnya yang putih serta megah bak istana. Pasti keesokan harinya, Imaa selalu menceritakan bagaimana dirinya bermain di rumah megah Alyphe kepada teman-temannya. Ia merasa hanya dirinya teman sejati Imaa. Dan yang selalu ada untuk Imaa adalah Alyphe, istilahnya saling melengkapi.
Setiap hari Imaa hanya mau bermain dengan Alyphe dan ia akan merasa senang ketika teman-temanya iri melihat dirinya dan Alyphe terlihat seperti sahabat terkeren seantero sekolah Mutiara Bangsa Pelita Rahayu. Namun, akhir-akhir ini Imaa selalu meminjam barang milik Alyphe dan belum ada yang dikembalikan. Suatu saat, Alyphe ingin memintanya kembali, namun dirinya tidak menemukan Imaa dikelasnya. Lelah berjalan dari kelasnya menuju kelas Imaa. Alyphe berniat untuk jajan di kantin sembari mencari Imaa.
“Hei Alyphe, liat apa yang aku punya, ini kemarin baru saja dibelikan sama Papah, keren kan? ucap Chelsea sembari menunjukkan tangannya yang terdapat jam UniqKids paling terkenal di dunia.
“Apa-apaan! liat besok, jam seperti itu akan berada di tanganku esok, bahkan yang lebih mahal” Ucap Alyphe dengan menggebu-gebu.
“Percuma punya barang mahal serta mewah jika barang itu saja dipamerkan oleh temanmu yang miskin itu, dan ingat tas Imaa serta tab-nya tidak bermasalah,” ucap Chelsea tak mau kalah.
“Apa maksudmu? dan jangan menghina orang sembarangan, Chelsea!” Kecam Alyphe.
Langkah kaki Alyphe semakin cepat menyusuri koridor sekolah mencari temannya. Jujur dalam diri Alyphe sedikit kecewa mendengar penuturan Chelsea. Apa yang dimaksud Chelsea, apa benar barang-barang yang dari dulu sering dipinjam Imaa ternyata untuk berpamer. Dirinya terhenti ketika mengingat beberapa memori yang terputar di kepala Alyphe. Ia mulai teringat satu persatu barangnya yang digunakan untuk pamer di hadapan teman- temannya dan mengatakan bahwa itu milik Imaa. Bahkan dirinya mengingat bagaimana Imaa memintanya untuk meminjamkan sepatu untuk kebutuhan lomba. Namun ternyata digunakan untuk berjalan-jalan bersama temannya.
Sedih hati Alyphe yang berusaha membangun pertemanan baik namun niat baiknya disia-siakan. Ia duduk termenung dalam ruang tari bersama alunan musik yang mengalun indah.
“Ey, Alyphe, ini tas mu maaf tadi aku pinjam dan ini tab mu juga.”
“Untuk apa kau meminjamnya? Bukankah kau punya tas, dan dimana tab mu?” Tanya Alyphe sinis.
“Tasku basah dan tabku lowbat sedangkan kata Miss Freynia harus digunakan untuk study di luar tadi,” jelas Imaa.
“Bohong! Tasmu tidak basah dan tab mu juga di laci, kenapa kamu berbohong?!” seru Alyphe kesal.
Dengan amarah memuncak Alyphe mendorong Imaa keluar ruangan tari dengan kasar. Tangannya dengan cekatan menutup pintu. Ia menyesal berteman dengan Imaa. Jahat sekali Imaa dengan memanfaatkan Alyphe.
Tidak ada yang menyadari bahwa itu adalah tipu daya Chelsea agar mereka berseteru.
“Lihatkan sekarang, sudah aku bilang berapa kali kepada Kakak jika Imaa itu hanya suka memanfaatkan. Bahkan lihat saja dirinya manja sekali,“ ucap Chelsea tenang sembari badannya mengikuti melodi yang indah.
Tiba-tiba tetesan air mata mulai menetes perlahan. Tubuhnya tak dapat berkonsentrasi. Chelsea terduduk lemas di lantai. Kepalanya riuh berbagai macam masalah dirinya dan keluarganya.
“Maaf kak, Aku berbohong, Imaa tidak salah, aku hanya iri dengan
Kakak yang terlalu baik dan berlebihan terhadap Imaa. Kakak bahkan tidak ingin mendengarkan adiknya sendiri dari dulu. Kakak egois terhadap diri kakak. Aku sendirian Kak di sini,” ungkap Chelsea.
“Maaf, Kakak justru percaya dan mendukung Imaa berlebihan dibanding kamu.”
Mereka saling berpeluk hangat dan mengatakan kalimat maaf satu sama lain. Baginya kini, mendengarkan cerita dari satu pihak tidaklah cukup. Alyphe akan menjadikan ini pelajaran bagi dirinya.
Imaa bingung dan terdiam di kelas. Ia takut jika Alyphe tidak ingin berteman dengannya kembali
“Imaa!” Terdengar suara yang paling ia benci dari dulu.
“Apaan Chel!” Ucapnya sembari menengok ke belakang. Betapa terkejutnya dirinya melihat sahabatnya bersama dengan orang yang sudah dianggap seperti Iblis.
“Ayo berteman, maaf kan Aku dari dulu sering mengganggumu.”
Betapa terkejutnya Imaa mendengar hal tersebut. Raut wajahnya menunjukkan berbagai macam pertanyaan.
“Tadi terdapat masalah sedikit, dan kamu tau, sebenarnya Aku dan Chelsea adalah saudara tiri,” jelas Alyphe.
“Dan maaf Aku dari dulu selalu iri sama kamu dekat dengan kakak tiriku dan sedangkan Aku tidak punya teman di sini, bahkan aku membalikkan fakta tentang mu supaya kakak benci kamu,” jelas Chelsea
“Otakku masih belum mengerti, tapi ayo berteman. Sudah lupakan, karena jujur beberapa kali aku selalu berbohong kepada Alyphe mengenai barangnya yang aku pinjam, maafkan aku” ucap Imaa
“Sudahlah ayo bersama-sama kita berteman dan lupakan ini”