Perjalanan Mata, Hari, dan Hati
“Adem tentrem itu bukan soal tempat, Pram. Awalnya dari sini, lalu ke sini"
2023-08-22 13:05:25 - Azhnrkhlf
23 Episentrum
“Seseorang yang merasa sudah melakukan pencapaian dalam hidupnya, biasanya akan terus bersemangat untuk melakukan pencapaian lainnya. Tularkan energimu… energi besar yang kamu miliki. Hidupkan impian orang lain, bangunkan dari mati suri, jangan biarkan dia mati."
23 Episentrum adalah buku 2 in 1. Berisi novel yang bercerita perjalanan tiga orang anak muda untuk mengejar profesi yang dicintainya. Perjalanan Matari, Awan, dan Prama dalam mengejar ambisi dan eksistensi. Mengungkap makna hidup dan menemukan kebahagiaan hingga akhirnya menemukan “23 Episentrum” dalam perjalanannya. Perjalanan mata, hari, dan hati.
Dan sebuah buku suplemen yang berisi cerita tentang 23 orang anak muda yang memilih melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang mereka cintai. Karena mereka percaya, sesuatu yang dilakukan dari hati akan selalu menghasilkan energi yang tak pernah mati.
Tentang buku :
Penulis: Adenita
Penerbit: Pt Grasindo
Diterbitkan pertama kali: 2012
Seperti yang kita ketahui novel 23 Episentrum ini berisi cerita tentang perjalanan tiga anak muda yang mengejar profesi yang mereka cintai. Terdapat tiga tokoh utama dengan lika-liku yang berbeda dalam menghadapi perjalanan menuju apa yang mereka inginkan. Episentrum sendiri bermakna titik pada permukaan bumi yang terletak tegak lurus di atas pusat gempa yang ada di dalam bumi.
Matari Anas
Seorang sarjana komunikasi Universitas Panaitan, Bandung, yang merasa terlambat memulai kariernya. Cita-citanya adalah menjadi news anchor. Sambil menunggu wisuda ia sudah sibuk memenuhi panggilan kerja, jawaban paling pertama yang diterimanya adalah dari TVB. Ia diterima sebagai reporter, bukan news anchor. Dua minggu setelah wisuda ia mulai memasuki dunia kerja. Bukan semata ia rajin, tapi karena butuh; butuh untuk menghasilkan uang secepatnya agar bisa segera menghidupi dirinya dan membayar biaya kuliahnya yang masih meninggalkan hutang. Utang atas nama sebuah impian menjadi seorang sarjana.
Awan Angkasa
Seorang treasury finance di bank Madani dengan prestasi kerja tidak terlalu membanggakan. Kalaupun targetnya tercapai itu hanyalah sebuah keberuntungan semu. Awan tidak mampu melawan sebuah stigma dari ibunya bahwa bekerja itu haruslah di kantor, dari pukul 9 pagi sampai 5 sore. Sudah tiga tahun ia berkutat di bank ternama ini. Dan sekarang, Awan menyesal telah menuruti kehendak ibunya begitu saja tanpa mampu berargumen. Tak banyak yang tahu, di balik keseriusan Awan, ia menyimpan sebuah hobi yang selalu membuatnya semangat. Yaitu folder Episentrum, folder yang membuatnya selalu semangat. Di dalamnya terdapat harapan yang ingin Awan wujudkan.
Prama Putra Sastrosubroto
Seorang Sarjana Teknik Perminyakan yang lulus tepat waktu dan langsung dilamar oleh perusahaan minyak Prancis, T&T, sebagai reservoir engineering dan berstatus international mobile employee. Disekolahkan S2 ke Prancis oleh perusahaan, gaji awal 4.500 dolar per bulan dengan fasilitas kerja premium. Tapi sekarang, semua pencapaian itu tidak membuatnya bahagia. Ia merasa terancam berada di posisi nyaman yang tidak akan menjadikannya apa-apa. Refleksi kariernya memang bukan pada uang, tapi pada ketenangan serta kebahagiaan hati. Sudah tiga tahun kebahagiaan itu belum datang dalam wujud yang diinginkannya.
Ketiga tokoh ini menceritakan lika-liku yang berbeda dalam memperjuangkan apa yang mereka inginkan. Matari yang harus lekas bekerja untuk membayar hutang gelar sarjananya, Matari nekat untuk tetap berkuliah dengan modal uang pinjaman karena keluarganya yang tidak mampu membiayainya untuk mendapatkan pilihan yang lebih banyak, Awan Angkasa yang harus berjuang meyakinkan ibunya atas pilihannya, berkutat tiga tahun dalam profesi yang sama sekali tidak diinginkannya. Dan Prama yang berjuang mendapatkan kebahagiaan hati dan ketenangan jiwanya di tengah kenyamanan kariernya, percaya bahwa target bukanlah segalanya.
Novel 23 Episentrum ini merupakan salah satu novel terbaik yang pernah saya baca. Ada banyak sekali kisah inspiratif yang tertuang di dalamnya. Salah satu bagian yang saya suka adalah saat Prama mengunjungi guru semasa kecilnya, pak Muktar.
“Adem tentrem itu bukan soal tempat, Pram. Awalnya dari sini, lalu ke sini,” Pak Muktar menunjuk keningnya lalu dadanya.
“Kalau yang atas, pikiran udah ruwet, hati juga akan ikut ruwet. Tempat sebagus apapun nggak akan bikin tenang.”
“Seburuk buruk buta adalah buta hati, Nak…”
“Kalau niat sudah terpancang, jalan akan banyak terbuka.”
“Harta itu membuat hati menjadi keras, sementara ilmu malah membuat hati menjadi bercahaya.”
“Pram kamu mau merasa hidupmu lebih bermakna dan berharga?”
“Hidupkan mimpi orang lain!”
“Memberi dengan kualitas. Kalau suatu hari kamu bahagia karena mendapat nikmat, keluarkanlah rezekimu yang besarnya kira-kira akan membuat si Penerimanya merasa bahagia. Persis seperti rasa bahagia yang kamu rasakan.”
Hidupkan mimpi orang lain, tularkan energi, memberi dengan kualitas.
Itu adalah bagian dan nasihat favorit saya dari buku 23 Episentrum ini. Membaca buku 23 Episentrum membuat saya melihat bahwa banyak sekali lika-liku yang terjadi yang belum pernah terjadi di dalam hidup saya. Ini membuat saya percaya bahwa saya tidak sendiri. Kita semua memiliki cerita kita masing-masing, dengan lika-liku perjalanan kita masing-masing. Kisah Matari, Awan, dan Prama merupakan sedikit dari kisah orango-rang hebat dan bermanfaat. Semoga kita yang juga membacanya bisa menjadi orang yang bukan cuma hebat. Tapi juga menjadi orang yang bermanfaat.