TEROR MALAM ITU

PART II

2025-09-22 02:49:37 - Arjunassee

Sejak insiden mengerikan malam itu, suasana di asrama berubah drastis. Lorong yang biasanya dipenuhi canda dan langkah kaki kini terasa hampa. Aku, bersama Rani, Dika, dan Bima, masih dihantui oleh bayangan kejadian tersebut.


Satu-satunya benda yang selamat dari kekacauan malam itu adalah alat perekam suara. Kamera kami rusak, senter hilang entah ke mana, tapi perekam itu tetap berfungsi. Diam-diam, aku memutarnya di kamar, berharap menemukan petunjuk.


Pada menit ketujuh, terdengar suara yang tidak kami kenali. Bukan suara manusia. Bukan suara kami.

"Aku belum pergi... kalian belum selesai..."


Suara itu dingin, menggema, dan membuat tubuhku menggigil. Aku mulai yakin bahwa ini bukan sekadar ulah manusia. Ada sesuatu yang lebih kelam.


Keesokan harinya, aku menyusup ke perpustakaan sekolah. Di antara tumpukan arsip tua, aku menemukan sebuah buku tentang sejarah bangunan asrama. Ternyata, tempat ini dulunya adalah rumah sakit jiwa pada masa penjajahan. Banyak pasien meninggal secara misterius. Salah satunya adalah seorang remaja bernama Surya, yang ditemukan tak bernyawa di kamar mandi lantai dua—tempat yang sama dengan kejadian malam itu.


Aku menunjukkan temuanku kepada Rani, Dika, dan Bima. Mereka sempat meragukan, tapi setelah mendengar rekaman itu, mereka percaya. Kami sadar, semuanya belum berakhir.


Kami sepakat untuk kembali ke kamar mandi tersebut, kali ini di siang hari. Kami membawa garam, doa-doa, dan keberanian yang tersisa. Saat kami masuk, bau menyengat masih terasa. Kami menaburkan garam di sudut-sudut ruangan dan mulai membaca doa bersama.


Tiba-tiba, cermin di ruangan itu retak. Suara tangisan terdengar samar.

"Aku tak ingin sendiri..."


Rani, yang paling sensitif di antara kami, berkata pelan, “Surya... kamu tidak sendiri. Kami mendengarmu.”


Tangisan itu berhenti. Udara terasa lebih ringan. Kami keluar dari kamar mandi dengan perasaan lega, meski hati masih waspada.


Sejak saat itu, tidak ada lagi gangguan. Tapi kami tahu, Surya masih ada. Bukan untuk menakut-nakuti, melainkan menunggu seseorang yang mau mendengarkan.


Dan aku? Aku menuliskan semua ini agar orang lain tahu: malam itu bukan hanya tentang rasa takut. Tapi tentang jiwa yang terperangkap, dan harapan untuk dibebaskan.



Jika suatu malam kau mendengar bisikan di lorong asrama... jangan abaikan. Mungkin itu Surya. Mungkin dia hanya ingin didengar.

More Posts