Solusi Cerdas untuk Ketahanan Pangan
Sagu, yang dihasilkan dari pohon sagu (Metroxylon sagu), telah lama menjadi sumber karbohidrat penting bagi masyarakat di berbagai daerah, terutama di Indonesia dan Papua. Indonesia memiliki area hutan sagu terluas dan terbesar di dunia. Daerah yang diyakini sebagai pusat asal sagu adalah sekitar Jayapura, Papua. Di tempat tersebut terdapat berbagai macam sagu yang paling tinggi dengan total area sekitar 1,2 juta hektare. Dalam konteks global saat ini, di mana ketahanan pangan menjadi isu yang semakin mendesak, sagu muncul sebagai alternatif menarik untuk menggantikan makanan pokok tradisional seperti beras dan gandum. Dengan meningkatnya populasi dunia dan tantangan perubahan iklim yang mempengaruhi produksi pertanian, penting untuk mengeksplorasi potensi sagu sebagai solusi yang berkelanjutan. Nilai kandungan gizi dalam sagu cukup baik, meskipun perlu dipadukan dengan sumber protein dan vitamin lain agar diet menjadi seimbang.
Food and Agriculture Organization (FAO) menyampaikan informasi tentang potensi tanaman sagu termasuk pangan alternatif dan kontribusinya terhadap ketahanan pangan. Sebagai pengganti beras, sagu tidak hanya memberikan kalori tetapi juga mengandung mineral penting seperti kalsium dan kalium. Meskipun kandungan protein dalam sagu relatif rendah (0,5 gram per 100 gram), kombinasi dengan sumber protein lain seperti kedelai dapat meningkatkan nilai gizi secara keseluruhan. Kandungan nutrisi terbanyak di dalam sagu adalah karbohidrat murni. Karbohidrat ini masuk dalam kategori makronutrien yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah banyak untuk bahan energi dan fungsi otak. Sagu mengandung nutrisi seperti 355 kalori, 85,6% karbohidrat, 5% serat, 0,5 gram protein/100 gram sagu hingga rendah kadar gula dan lemak. Oleh karena itu, sagu cocok untuk berbagai kalangan, termasuk mereka yang ingin menjaga kesehatan atau mencegah diabetes.
Dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul SAGU SEBAGAI MAKANAN RAKYAT DAN SUMBER INFORMASI BUDAYA MASYARAKAT INANWATAN: KAJIAN FOLKLOR NON LISAN, sagu berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi karena sagu memiliki karakteristik unik yang menjadikannya pilihan menarik sebagai makanan pokok. Sagu banyak tumbuh di hutan atau lingkungan sekitar tempat mereka hidup. Pohon sagu dapat tumbuh hingga mencapai 30 meter. Dari satu pohon sagu, dapat menghasilkan 150-300 kilogram tepung sagu. Secara tradisi pemanfaatan sagu sudah lama dikenal di daerah penghasil sagu terbanyak, seperti Papua. Produk makanan secara tradisi yang dihasilkan dari sagu misalnya papeda, sagu lempeng, sagu lempeng gula merah, sagu bakar kelapa, sagu bakar apatar, dan lain sebagainya yang benar-benar terlahir dari tradisi masyarakatnya.
Jadi, banyaknya jenis olahan sagu yang ada itu menunjukkan betapa fleksibelnya sagu dalam memenuhi selera makan orang-orang. Dengan cara pengolahan yang tepat, produk-produk yang berbasis sagu bisa bersaing dengan makanan yang berbahan dasar beras, baik dari segi rasa maupun kandungan gizinya. Sagu ini bisa jadi bahan utama untuk berbagai hidangan sehari-hari kita. Sekarang ini, variasi makanan dari sagu sudah banyak diubah dan dikembangkan menjadi bentuk-bentuk modern seperti roti, biskuit, mie, soun, kerupuk, sagu mutiara, dan bahkan bahan sirup. Ini menunjukkan bahwa sagu punya potensi besar sebagai sumber pangan tidak hanya di tingkat lokal tetapi juga di tingkat nasional bahkan global. Sagu tidak hanya diminati hanya sebatas bahan makanan, tetapi sagu saat ini sudah menjadi bahan industri non-pangan.
Dengan semua kelebihan yang dimiliki sagu, makanan ini bisa menjadi pilihan menarik untuk menggantikan makanan pokok kita. Apalagi kalau kita mau mencoba variasi dalam pola makan di Indonesia. Jadi, penting sekali untuk berinvestasi dalam penelitian dan teknologi pengolahan sagu serta mengedukasi masyarakat tentang manfaatnya. Dengan demikian, kita bisa memaksimalkan potensi sagu sebagai sumber pangan alternatif yang tidak hanya berkelanjutan tapi juga bergizi. Pada akhirnya, dengan langkah-langkah ini sagu dapat menjadi solusi yang efektif dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.
Sumber:
Tulalessy, Quin. 2016. “SAGU SEBAGAI MAKANAN RAKYAT DAN SUMBER INFORMASI BUDAYA MASYARAKAT INANWATAN: KAJIAN FOLKLOR NON LISAN”. Jurusan/Prodi. Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNIPA Manokwari. <https://media.neliti.com/media/publications/236282-sagu-sebagai-makanan-rakyat-dan-sumber-i-fcbeceaf.pdf>. Diakses pada 6 Agustus 2024.
Oktari, Rosi. 2021. “Sagu Sebagai Alternatif Pangan Lokal yang Kaya Gizi”. Indonesia Baik, 2021, dilihat 6 Agustus 2024. <https://indonesiabaik.id/infografis/sagu-sebagai-alternatif-pangan-lokal-yang-kaya-gizi>