Seperti yang kita ketahui saat ini, krisis pangan di Indonesia sudah mulai terasa. Krisis ini bisa diketahui dengan melihat harga pangan di pasar yang naik. Banyak faktor yang mempengaruhi krisis ini. Salah satu faktor tersebut adalah karena perubahan iklim yang memperlambat hasil panen. Jumlah penduduk yang semakin tinggi juga memperlihatkan bahwa krisis pangan bisa semakin dekat terjadi. Lonjakan kenaikan penduduk tidak sebanding dengan hasil panen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor beras Indonesia masih berlanjut di bulan Februari 2023. Impor beras pada bulan kedua tahun ini mencapai 212,71 juta kg. Beras impor tersebut datang dari 3 negara, yakni dari Thailand, Vietnam, dan India. Data ini membuat kita mengetahui bahwa ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras selama ini sangatlah tinggi. Sedangkan hasil panen beras di Indonesia belum bisa mencukupi kebutuhan yang dibutuhkan. Maka dari itu, diperlukan upaya-upaya untuk menangani kasus krisis pangan tersebut. Salah satu upayanya adalah dengan tidak menggantungkan makanan pokok kepada beras saja. Terlebih sudah banyak sekali pangan alternatif pengganti beras yang lebih menjanjikan. Salah satu tanaman serealia yang dapat menjadi alternatif pangan adalah hanjeli. Hanjeli merupakan salah satu jenis tanaman serealia, dari famili Poaceae. Hanjeli merupakan tumbuhan yang termasuk ke dalam tumbuhan biji-bijian berkeping satu.
Hanjeli memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan serealia lainnya. penelitian yang dilakukan oleh Qosim dan Nurmala (2011), menunjukkan bahwa biji hanjeli mengandung protein, lemak, dan vitamin B1 yang lebih tinggi. Jika dibandingkan dengan beras, jagung, milet, dan sorgum, kandungan karbohidrat dalam hanjeli lebih rendah. Biji hanjeli mengandung 14% protein, 5% lemak, 65% karbohidrat, 3% serat, 0,07% kalsium, 0,242% fosfor, dan 0,001% besi. Selain mudah dibudidayakan petani, hanjeli juga dapat dijadikan sebagai tepung yang menjadi bahan baku pembuatan kue, serta dapat diolah menjadi beras. “Hanjeli ini cocok untuk penderita diabetes karena dapat menurunkan kadar gula darah, berat badan dan kolesterol,” sebut Warid Ali Qosim, Guru Besar Fakultas Pertanian UNPAD. Selain itu, biji hanjeli juga mengandung koiksol, koiksenolide, koisin, asam amino leusin, tirosin, lisin, asam glutamat, arginin, dan histidin (Grubben dan Partohardjono, 1969). Di Cina, tumbuhan hanjeli ini sudah dijadikan sebagai sumber utama obat herbal.
Di Indonesia bubur hanjeli juga dipercaya dapat menyembuhkan radang persendian dan asam urat tinggi. Di Jawa Barat, hanjeli dapat ditemukan di Cipongkor, Gunung Halu, Kiara Payung, Rancakalong, Tanjungsari, Sukabumi, Garut, Ciamis, dan Indramayu. Dengan daya adaptasinya yang tinggi terhadap cekaman kekeringan maupun kebanjiran, potensi tanaman hanjeli untuk dikembangkan di Indonesia sangatlah tinggi. Namun, potensi tersebut masih belum dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sendiri. Hal itu terjadi karena para petani belum mengetahui manfaat yang terkandung dalam hanjeli, juga masih banyak masyarakat Indonesia yang memegang prinsip “belum kenyang apabila belum makan nasi”.
Prinsip itu, harus bisa dikikis perlahan supaya perkembangan alternatif pangan bisa lebih efektif digunakan. Pemerintah `juga perlu mengedukasi para petani mengenai pangan alternatif, dan membudidayakannya. Dengan upaya-upaya tersebut, kita bisa menangani krisis pangan terutama keterbatasan persediaan beras ketika nantinya benar terjadi. Kita tetap bisa bertahan dengan memakan pangan lokal utama yang kandungannya setara bahkan melebihi kandungan gizi dalam beras. Yang tentu saja ketersediaannya lebih menjanjikan. Oleh karena itu, mari kita mulai mengonsumsi pangan alternatif seperti hanjeli. Sebagai upaya dalam meminimalisasi krisis pangan.
sumber: https://pangannews.id/berita/1630471778/hanjeli-sebagai-potensi-pangan-lokal-indonesia-mulai-dilirik-dikembangkan