Belum lama ini kita mendengar informasi bahwa anak sulung Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, yang bernama Emmeril Kahn Mumtaz (Eril) hilang di Sungai Aare, Swiss sejak 26 Mei 2022 lalu, segala upaya proses pencarian sudah dilakukan, namun Eril belum juga ditemukan, hingga pihak keluarga sudah mengikhlaskan dan mengumumkan kematian almarhum Eril.
Tahun lalu, tepatnya Rabu 21 April 2021, juga terjadi kasus serupa yaitu meninggal karena tenggelam, saat KRI Nanggala-402 yang membawa 53 awak kapal, tenggelam di Perairan Bali, hinggal seluruh awak kapal dinyatakan telah gugur.
Kasus-kasus serupa mungkin terjadi, baik yang masuk media maupun tidak. Lalu, bagaimana Islam memandang orang yang meninggal karena tenggelam?
Dalam Islam, orang yang mati karena tenggelam dinyatakan sebagai syahid, sama seperti orang-orang yang meninggal di jalan Allah, korban wabah tha’un, korban penyakit perut (penyakit dalam), dan lain-lain. Hal itu bisa diketahui dari sabda Rasulullah Saw:
Dari Jabir bin ‘Atik R.A, Nabi Muhammad Saw bersabda,
الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ وَالَّذِى يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ
“Orang-orang yang mati syahid yang selain terbunuh di jalan Allah ‘azza wa jalla itu ada tujuh orang, yaitu korban wabah adalah syahid; mati tenggelam (ketika melakukan safar dalam rangka ketaatan) adalah syahid; yang punya luka pada lambung lalu mati, matinya adalah syahid; mati karena penyakit perut adalah syahid; korban kebakaran adalah syahid; yang mati tertimpa reruntuhan adalah syahid; dan seorang wanita yang meninggal karena melahirkan (dalam keadaan nifas atau dalam keadaan bayi masih dalam perutnya, pen.) adalah syahid.” (HR. Abu Daud, no. 3111. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Lihat keterangan ‘Aun Al-Ma’bud, 8: 275)