Ekspektasi yang tak sesuai realita.
Satu semester berlalu sejak penerimaan tahun ajaran baru di sekolah menengah atas itu. Ike, Si Paling Pintar di kelasnya dengan percaya diri mengajak rekan lamanya untuk nongkrong di Starboy, salah satu tempat nongkrong terbaik di kotanya.
Mereka membicarakan sekolah masing-masing.
Riki: “Gimana gaes, sekolah kalian?”
Sonu: “Seru banget! Lapangannya luas”.
Semua orang di lingkaran itu bersemangat mendengarnya.
Riki: “Sekolah gue pelihara kelinci. Lucu, kalau malam minggu ramai-ramai dibuat sate”.
Uwon: “Lah, sekolah gue pelihara singa afrika! Namanya Sonu”.
Sonu (melotot): “Garing!”
Jei (tersedak): “Buset! Itu sekolah apa kebun binatang?”
Jei (menunjuk Hiseng): “Kalau lo?”
Hiseng merasa percaya diri: “Kalian kalau ke sekolah gue bakal syok sih, warnanya emas!”
Uwon: “Pamer, jijiq”.
Hiseng: “Tapi lebih syok kalau kalian lihat sekolahnya Jei. Kayak Istana Negara!”
Ketujuh laki-laki itu ternganga, walau tahu bahwa Jei Si Paling Kaya yang terkaya di circle itu, mereka tetap terkejut mendengarnya, dan penasaran bagaimana bentuk sekolah tersebut.
Jei: “Gausah dibayangin deh, yang pasti gedungnya besar dengan banyak fasilitas dan ekskul”.
Hun: “Waduch! Keren amat! Eh, gimana, Ike? Lo yang ngajak kita kesini, tapi belum cerita apa-apa”.
Hening sejenak, keenam teman Ike membuka suara, namun dirinya masih diam, berpikir sejenak.
Ike: “Nangis gue”.
Riki penasaran.
Riki: “Kok? Sekolah inter bikin lo nangis?”
Ike mendramatisasi wajah kucelnya.
Ike (lagi): “Gambar doang, bagus. Ketipu gue”.
Hiseng: “Idih! Bagus-bagus aja, tuh menurut gue. Ekspektasi lo tuh setinggi kerudung Mak lo!”
Semuanya tertawa garing.
Ike: “Ih! Ekskulnya belum banyak tau! Fasilitasnya juga belum selengkap itu”.
Sonu menoyor wajah Ike.
Sonu: “Ah! Elu, mah! Gak bersyukur banget, sih! Namanya sekolah baru!”
Jei ikut mencerca kawannya.
Jei: “Sekolahnya glow up, nyesel hidup mati lo”.
Semuanya tertawa lagi.
Namun Jei merasa kasihan kepada temannya. Ia menepuk-nepuk punggung lelaki itu, dan merasa bersyukur menjadi orang kaya yang bisa bersekolah di sekolah yang rasanya seperti Istana Negara.
Sebuah cerita fantasi karya Suheyakhansa Ipak Isnaini