Sekadar Fiksi
“Jangan terlalu kuat memegang mawar, ia berduri, nanti kalau terpaksa lepas, darahnya berlebihan.”
Itu satu pesan yang aku sampaikan padanya….
Aku harap ia memang sudah mengerti dengan matang apa yang aku maksud.
…
Ketika aku mendengar bahwa kemungkinan ia akan pergi jauh… aku sakit. Iya, aku sakit. Rasanya “Siapa lagi yang akan berbagi cerita seputar film kesukaanku? Siapa lagi yang akan mendengarkan lagu bersama?”
Memang pada dasarnya kami sudah jauh, semenjak kejadian sekitar 2 setengah yang lalu. Kami saling melambaikan tangan -oh bukan kami….hanya aku dan teman yang lain, kami tidak pernah bersitatap selama lebih dari dua menit- keberadaan kami sudah tidak lagi tersembunyi, rasanya semua sudah popular dengan keberadaan kami.
Namun, tak sangka ternyata Tuhan membuat jarak yang semakin jauh, tidak tahu besok akan sejauh apa, mungkinkah? dari ujung negara satu ke negara lainnya? Aku tidak tahu. Kami berkomunikasi dengan baik, tidak secara berlebihan menceritakan kejadian apa yang terjadi kemarin dan hari ini, kami sama-sama memahami bagaimana batasan diri yang tak kasat mata itu dihadapi (privasi).
Sebagaimana bagusnya kami memahami satu sama lain, tetap saja itu butuh waktu untuk membangun komunikasi yang begitu baik, awal-awal kami mengenal, cara kami menyikapi satu sama lain terasa tidak nyaman *sepertinya aku terlalu dingin kala itu. Tapi seiring berjalannya waktu dengan keberanian penuh kami saling bertanya, tepatnya “seperti apa sikap yang kami inginkan untuk saling merespon?”.
Tanpa menyadari perjalanan waktu, aku nyaris terlambat dan hampir tidak mendengar kalimat…“Kita tidak bisa berteman”
Memang, kami masih baik-baik saja, tapi….kalimat itu yang sangat menghantuiku kini, bukan sekadar pernyataan, ataupun teori, namun itu benar dalam prakteknya. Kita tidak bisa berteman. Selalu ada perasaan lebih yang disimpan untuk diberikan, tidak terasa memang, aku pun bisa pastikan pasti banyak yang tidak mengetahui atau menyadari hal ini. Sesederhana kata pengorbanan….kita tidak menyadari bahwa orang yang selalu kita hadapi setiap hari itu….telah banyak mengeluarkan pengorbanan…Berusaha mengubah diri hanya untuk satu orang, bukankah itu sebagian kecil dari pengorbanan? Meluangkan waktu untuk berbagi cerita, bukankah itu pengorbanan?
Hanya dengan pengorbanan yang mungkin kita sendiri tidak menyadari, ternyata itu telah memupuk kalimat bahwa “Kita tidak bisa berteman”. Tapi bukan kalimat itu yang benar-benar ia lontarkan, melainkan ia mengeluarkan salah satu perkataan filsuf yunani.
"Jika sudah memetik bunga, maka jangan kembali lagi ataupun melihat kebelakang" -Aristoteles-
OH TIDAK! Aku tidak tahu harus berkata apa, karena perkataan yang ia lontarkan walaupun sekedar kata dari seorang filsuf, namun sudah cukup bagiku dan baginya untuk mengetahui bagaimana kondisi sekarang. Aku membisu sejenak.
“Pegang saja bunganya, namun….anggap saja bunga itu bunga mawar, jangan terlalu kuat memegangnya, kalaupun terlepas nanti terluka dan bisa jadi darahnya berlebihan” -jawabku.
Sebuah cerita narasi karya Alvaro Nauval Hadi