Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 memperlihatkan masih ada ratusan ribu lulusan S1, S2, dan S3 rentang usia 15 sampai 24 tahun yang tidak bekerja, sekolah, atau mendapat pelatihan (not in employment, education, and training/NEET). Dikutip dari laman Satu Data Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), BPS mendata, pada Agustus 2023, tercatat ada 452.713 orang lulusan S1, S2, dan S3 yang tergolong NEET, sedangkan lulusan diploma ada 108.464 orang. "Universitas S1, S2, S3, 452.713 (orang)," demikian yang tertulis dalam data tersebut, dikutip Minggu (19/5/2024). Sementara itu, secara total jumlah anak muda berusia 15 sampai dengan 24 tahun yang tergolong NEET ada 9,9 juta atau setara 22,25 persen dari 44,7 juta anak muda golongan Gen Z.
Lalu apa penyebab kegagalan para sarjana? sebenarnya jika kita teliti lebih mendalam lagi dan mencari data datanya faktor yang menyebabkan kegagalan bermacam macam akan tetapi saya disini akan membahas faktor kegagalan yang sangat berpengaruh yaitu kurangnya relasi antar sesama. ''Kok bisa sihh?'' , mari kita simak lebih mendalam.
Kurangnya hubungan atau dukungan sosial dapat menjadi penyebab kegagalan mahasiswa/i sarjana karena beberapa alasan penting.
Pertama, hubungan yang kuat dengan teman sebaya, dosen, dan keluarga dapat memberikan dukungan emosional yang sangat dibutuhkan selama masa perkuliahan. Mahasiswa yang merasa terlindungi atau tidak memiliki jaringan sosial yang baik cenderung mengalami tingkat stress yang lebih tinggi dan kurang mampu mengatasi tantangan akademik. Dukungan dari orang lain dapat membantu mahasiswa/i mengatasi tekanan akademik dan meningkatkan motivasi mereka untuk belajar.
Kedua, hubungan yang baik juga berkontribusi pada pengembangan keterampilan sosial dan profesional. Mahasiswa yang aktif dalam jaringan sosial sering kali memiliki akses ke peluang kerja. Faktanya, direktur perusahaan lebih memberi peluang kerja pada orang orang kepercayaannya maka dari itu dengan adanya relasi kita dapat mudah mendapatkan pekerjaan, bimbingan karir, dan informasi penting tentang dunia akademik dan profesional. Tanpa hubungan ini, mahasiswa mungkin kehilangan kesempatan berharga untuk belajar dari pengalaman orang lain atau mendapatkan bantuan ketika menghadapi kesulitan.
Ketiga, dukungan sosial dapat meningkatkan rasa percaya diri mahasiswa. Ketika mahasiswa merasa didukung oleh orang-orang di sekitar mereka, mereka lebih cenderung mengambil risiko dalam pembelajaran dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan akademik. Sebaliknya, kurangnya dukungan dapat menyebabkan perasaan putus asa dan kegagalan untuk mencapai tujuan akademik.
Keempat, hubungan yang baik membantu menciptakan lingkungan belajar yang positif. Interaksi dengan teman-teman sekelas dapat memfasilitasi diskusi kelompok, kolaborasi dalam proyek, dan pertukaran ide yang memperkaya pengalaman secara keseluruhan. Tanpa interaksi ini, mahasiswa mungkin merasa kurang terlibat dalam proses pembelajaran mereka sendiri.
Akhirnya, dukungan sosial juga memainkan peran penting dalam kesehatan mental mahasiswa. Keterhubungan dengan orang lain dapat mengurangi risiko depresi dan kecemasan, dua kondisi yang sering dialami oleh mahasiswa di perguruan tinggi. Dengan memiliki jaringan dukungan yang kuat, mahasiswa lebih mampu menjaga keseimbangan emosional mereka selama masa studi mereka