(PART 2)
“Oke Bun.” Aku berteriak sambil berlari menuju tukang es krim. BRUUK karena tidak berhati-hati aku menabrak seseorang.
“Maaf ya aku tidak sengaja.” Aku merasa bersalah.
“Iya.” jawab anak tersebut. Saat kami saling tatap aku langsung terpana dengan wajah anak di depanku yang mirip sekali denganku. Anak itu juga terlihat kaget.
“Aku Dista. Siapa namamu?” anak bernama Dista itu bertanya.
“Aku Disa.” aku memperkenalkan diri.
“Aku sepertinya pernah melihat nama dan wajah kamu.” Dista mengambil sesuatu dari kantong celananya. Dia mengeluarkan kertas yang terlipat rapi, lantas membukanya. Ternyata itu sebuah foto keluarga.
“Nama panjangmu Adisa Mawarti bukan?” Dista bertanya. Aku kaget.
“Iya kamu tahu dari mana?” Dista menunjukkan foto itu kepadaku dan di balik foto itu bagian bawah tertulis nama-nama anggota keluarga dalam foto itu.
“Kamu kenal orang lain tidak selain kamu sendiri di foto ini?”, aku memperhatikan dan menyadari bahwa Bunda juga ada di foto itu, berdiri di samping seorang lelaki. Tiba-tiba aku berfikir, jangan-jangan itu Ayah dan Dista adalah saudaranya.
“Iya, itu Bundaku”, aku menunjuk ke arah Bunda di dalam foto itu.
“Jangan-jangan kita saudara. Aku juga tidak tahu di mana Bundaku sejak kecil” seru Dista semangat.
“Tapi bagaimana cara kita memastikan hal itu?”, tanyaku.
“Kamu ajak Bundamu ke sini, aku juga ajak Ayahku ke sini, kita ketemuan di sana. OK?” Dista menunjuk bangku di dekat penjual es krim. Aku mengangguk. Aku pun menuju tempat bunda duduk. Begitu melihatku bunda bertanya
“Mana es krimnya?”
“belum aku pesan, Bu. Tadi ketabrak orang, aku kenalan sama dia ke sana saja, yuk.” aku langsung menarik tangan Bunda. Bunda mengikutiku ke tempat aku dan Dista berjanjian. Dia sudah ada di situ bersama Ayahnya.
“Dista!” aku berseru Dista menoleh juga Ayahnya. Begitu Bunda melihat Ayah Dista dan terlihat kaget. Begitu juga Ayah Dista.
“Ayo Bun duduk.” aku duduk di samping Dista diikuti oleh Bunda.
“Bun ini Dista.” aku memperkenalkan.
“Halo, Tante.” Dista tersenyum.
“Oh ya. Dista pinjem foto yang tadi dong.” aku berbisik kepada Dista. Dista menyerahkannya.
“Bun kenapa kita ada di foto keluarganya Dista. Ini nama Dista juga mirip sama aku, Adista Mawarti. Kenapa bun? jelasin dong!” aku bertanya.
Bunda pun menjelaskan bahwa Dista adalah saudara kembarku. Saat mereka kecil Ayah dan bunda bertengkar hingga memutuskan untuk berpisah. Ayah membawa Dista sementara Bunda membawa aku. Setelah kejadian itu Ayah dan Bunda berbaikan kami pun tinggal bersama di rumah Ayah sedangkan rumah Bunda dijual.
tamat