Rahasia Umbi Talas sebagai Bahan Pangan Alternatif yang Kaya Akan Serat
Teks ini akan membahas betapa pentingnya alternatif pangan pokok untuk Indonesia.(Terkhusus jika kalian ingin membantu program makan gratis dengan adanya penemuan yang sejenis ini)
2025-08-21 08:07:40 - Gibran
Rahasia Umbi Talas sebagai Bahan Pangan Alternatif yang Kaya Akan Serat
1.1 Pendahuluan
Serat pangan merupakan poin penting bagi kesehatan manusia. Di dalam penelitian epidemiologis terbaru membuktikan tentang peranan fisiologis serat pangan terhadap sistem pencernaan manusia. Konsumsi serat pangan membantu mengurangi obesitas, kanker, penyakit kardiovaskular dan penyakit pada gastrointestinal. Pengidentifikasian terhadap pentingnya serat pangan telah dilakukan oleh Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang. Identifikasi yang dilakukan mendapatkan hasil bahwa serat pangan sebagai salah satu zat yang dianggap dapat meningkatkan kesehatan pada manusia. Namun, berdasarkan data menunjukkan konsumsi serat pangan oleh masyarakat Indonesia masih tergolong rendah, yaitu 25 gram per 2000 kkal 6,7. Sedangkan, menurut Alodokter serat pangan yang perlu dikonsumsi perhari oleh manusia agar sehat yaitu 30-36 gram. Maka, upaya untuk meningkatkan konsumsi serat pangan sangat diperlukan, salah satunya dengan memperbanyak kandungan serat pangan di dalam pangan pokok yang sering dikonsumsi oleh masyarakat.
1.2 Isi
Negara yang beriklim tropis seperti Indonesia memiliki potensi yang besar dalam sektor pertanian. Berbagai komoditas pertanian yang terdapat di Indonesia setelah diteliti mempunyai perkembangan dan pertumbuhan yang cukup baik, salah satu yang paling baik adalah umbi-umbian. Umbi-umbian merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan yang baik dan rasa yang khas, hingga berpotensi untuk diproduksi sebagai bahan pangan alternatif. Talas (Colocasia esculenta L.) adalah salah satu umbi yang paling berpotensi dalam upaya pengadaan pangan alternatif di Indonesia dikarenakan iklim hujan yang berkepanjangan dapat membantu memenuhi kebutuhan talas untuk tumbuh secara alami walaupun tanpa irigasi intensif. Faktor ekologis seperti tanah vulkanik yang terdapat di tanah Jawa dan Sumatera, membuat talas mudah ditanam di lahan tradisional. Hasilnya, talas menjadi tanaman yang melimpah, dengan produksi nasional Indonesia mencapai sekitar 1,5 juta ton per tahun (berdasarkan data FAO terbaru hingga 2023), karena siklus pertumbuhan yang cepat (6-12 bulan) di bawah sinar matahari tropis yang konsisten. Maka, sangat rugi jika dengan kelimpahan yang terdapat pada talas tidak dimanfaatkan dengan baik.
Talas (Colocasia esculenta L.) merupakan tumbuhan semacam umbi yang disebut bonggol yang tumbuh di bawah tanah, tingginya 0,4-1,5 m. Memiliki daun yang terdapat di sekitar 2-5 helai per tangkai dengan tangkai daun berwarna hijau bergaris-garis hijau tua atau keunguan yang panjangnya 23-250 cm. Pangkal talas berbentuk pelepah, dengan helaian daunan yang berukuran 6,60x7,53 cm, berbentuk bundar telur, jorong atau lonjong dengan ujung meruncing, kadang-kadang berwarna keunguan di sekitar menancapnya tangkai, sisi bawahnya berlilin, taju pangkalnya membulat.
Selanjutnya, Talas memiliki zat-zat penting yang beragam. Salah satunya adalah kandungan zat karbohidrat yang tinggi. Kandungan karbohidrat yang tinggi pada talas memposisikannya sebagai sumber pangan pokok substitusi beras. Sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi aneka produk pangan dalam upaya menunjang mencegah berbagai macam masalah gizi serta membantu penghasilan masyarakat sekitar. Kandungan Gizi lain yang terdapat pada talas terdiri dari air (73g%), energy (98 Kkal ), protein (1,9g), lemak (0,2g), larbohidrat (23,7g%), Ca (28mg), P (61mg%), Fe (1,0mg%), vitamin A (20 SI/100g), vitamin B (0,13mg%), vitamin C (4mg%). Talas juga mengandung karbohidrat berupa pati yang cukup tinggi. Kandungan pati yang tinggi pada talas akan menjadikan talas sebagai salah satu alternatif sumber pati industri. Salah satu pemanfaatan talas dan tanaman lainnya untuk menjadi snack bar dapat menjadi pangan fungsional yang dapat memberikan kontribusi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang gizi dan pangan serta dapat menjadi makanan diet alternatif yang kaya akan sumber karbohidrat dan memiliki nilai indeks glikemik rendah.
Urgensi meningkatkan asupan serat pangan tidak dapat terlepas dari meningkatnya angka prevalensi obesitas, kanker, dan penyakit kardiovaskular di Indonesia. Ketersediaan talas yang melimpah di berbagai wilayah tropis menawarkan alternatif stok pangan lokal yang beragam dan bergizi. Dengan kandungan serat pangan yang tinggi, talas mampu meningkatkan frekuensi gerak usus dan memperlancar proses pencernaan sehingga risiko obesitas dan kanker dapat diminimalkan. Keunggulan talas sebagai sumber karbohidrat kompleks juga membantu mengontrol hiperglikemia atau lonjakan gula darah dan menjaga kestabilan energi sepanjang hari. Selain aspek kesehatan, pengembangan talas akan membuka peluang ekonomi baru bagi petani skala kecil dan industri pengolahan pangan. Peningkatan produksi talas yang terintegrasi dengan penerapan teknologi pascapanen akan mengurangi limbah pertanian sekaligus memperpanjang masa simpan produk. Dengan demikian, diversifikasi konsumsi beras ke talas tidak hanya memperkaya menu masyarakat tetapi juga mendukung ketahanan pangan dan kesehatan publik.
1.3 Kesimpulan
Untuk mengoptimalkan peran talas dalam pembentukan pola konsumsi serat yang lebih baik, perlu dilakukan inovasi produk pangan berbasis talas yang mudah diakses dan diminati masyarakat. Misalnya, pengolahan tepung talas menjadi mie rendah gluten, pembuatan snack bar serat tinggi, atau peluncuran bubur instan talas yang praktis. Penyuluhan gizi dan kampanye edukasi kepada keluarga serta sekolah harus didorong untuk menanamkan kesadaran akan manfaat serat dan keberagaman pangan lokal. Dukungan pemerintah dalam bentuk insentif bagi pengolahan talas, serta standarisasi mutu dan sertifikasi produk, akan mempercepat adopsi oleh industri. Penelitian lebih lanjut juga penting untuk mengidentifikasi varietas talas dengan kandungan serat optimal dan karakteristik agronomis unggul. Kolaborasi antara peneliti, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan petani menjadi kunci keberhasilan program diversifikasi pangan ini. Dengan sinergi tersebut, talas dapat bertransformasi dari komoditas tradisional menjadi primadona pangan fungsional yang mendukung gaya hidup sehat dan berkelanjutan.
1.4 DAFTAR PUSTAKA
Fensynthia, G. (2024). Daftar makanan berserat sehari-hari dan manfaatnya bagi kesehatan. Alodokter. Diakses 14 Agustus 2025, <https://www.alodokter.com/perlu-dibaca-jika-belum-tahu-pilihan-makanan-berserat>
Haliza, W., Kailaku, S. I., & Yuliani, S. (2017). Penggunaan mixture response surfa ce methodology pada optimasi formula brownies berbasis tepung Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) Sebagai Alternatif Pangan Sumber Serat. Indonesian Journal of Agricultural Postharvest Research, 9(2), 96-106.
King, D. E. (2005). Dietary fiber, inflammation, and cardiovascular disease. Molecular Nutrition & Food Research, 49, 594–600.
Nomura, A. M. Y., Hankin, J. H., Henderson, B. E., Wilkens, L. R., Murphy, S. P., & Pike, M. C. (2007). Dietary fiber and colorectal cancer risk: The multiethnic cohort study. Cancer Causes & Control, 18, 753–764.
Roth, J., & Mobarhan, S. (2001). Preventive role of dietary fiber in gastric cardiac cancers. Nutrition Reviews, 59, 372–374.
Slavin, J. L. (2005). Dietary fiber and body weight. Nutrition, 21, 411–418.
Torizellia, C., Prihandini, Y. A., Hasymi, L. F., Rusida, E. R., Hastuti, E., & Setia, L. (2022). Pemanfaatan Sumber Daya Pangan Lokal Tanaman Talas (Colocasia esculenta L.) sebagai Upaya Repitalisasi Ekonomi dan Peningkatan Kesehatan Masyarakat di Kelurahan Sungai Tiung. Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), 5(3), 728-736.