(bagian 4 akhir)
Auranya menjadi menyeramkan dan penuh tenaga Nasywa mengedik. “Lo enggak apa-apa.” Disya mengulurkan tangan. Auranya berubah menjadi normal. Setelah memastikan Nasywa baik-baik saja Disya meninggalkannya.
Di rumah.
Begitu sampai di rumah.
“Disy besok kamu Kakak kenalkan kamu ke teman kakak ya. Dia bisa jaga kamu biar gak di-bully.” Arjuna langsung berseru semangat. Disya hanya menyengir dan mengangguk. Tentu saja dia tau siapa yang ingin dipertemukan dengannya.
‘Pasti Nasywa’ Disya membatin. Disya pun masuk kamar. Disya mengeluarkan surat yang diberikan Nasywa untuk Juna
“Hmm.. kalau aku kasih ini ke kakak nanti dia tahu Nasywa yang nge-bully aku. Atau aku mengaku jadi teman Nasywa saja ya? Ah jangan ah gak boleh bohong kalau nanti ketahuan tambah ribet. Tapi nanti Nasywa marah,” Disya mengacak rambutnya frustrasi.
‘Ah sudahlah aku jalankan takdirnya saja. Suratnya juga di kasih nanti saja’ Disya membatin.
Besoknya
Disya berjalan mengendap-endap karena takut bertemu Nasywa dan gengnya. tiba-tiba.
“Heh Disya, lo sedang ngehindarin siapa?” ada yang menepuk pundaknya. Disya melompat saking kagetnya. Ternyata itu Nasywa yang ikut mengintip di belakangnya.
“Eh, oh, gak kok. Cuma iseng saja. haha” Disya tersenyum kaku.
“Oh, ya, yang kemarin gue minta maaf. Itu gue sebenarnya bisa lawan sendiri. Lonya saja yang tiba-tiba datang.” Nasywa berseru dengan nada menyebalkan. Walau sebenarnya ada sedikit nada ketakutan di suaranya
“Ya, terserah lo mau bilang apa.” Disya melengos.
“Oh ya, gue bakal dikenalkan sama Juna hari ini dan bakal dikenalkan ke adiknya jadi lo jangan berharap lagi. Gue tau lo selalu melihat Juna tiap ketemu sama dia.” Nasywa tersenyum penuh kemenangan. Dia sudah 100 persen normal lagi.
‘Hah, ternyata dia sama saja. Jadi males datang nanti.’ Disya membatin.
“Lo sudah ngasih suratnya ke Juna belum, eh?” Nasywa bertanya tapi Disya sudah menghilang.
Siangnya
“Ayo Disy. Kita bisa terlambat.” Juna berteriak.
“Iya… Kak… sabar sedikit kenapa.” Disya berseru kesal.
Disya yang sedang memakai pakaian tetap memperlambat gerakannya. Dia merasa malas harus bertemu dengan Nasywa.
“Akhirnya kamu selesai juga.” Juna berkata jengkel dia telah menunggu selama 20 menit lebih.
“Hehe.” Disya tertawa tanpa merasa bersalah. Mereka pun pergi ke restoran tempat Juna dan Nasywa berjanjian.
Saat tiba.
Juna masuk terlebih dulu dan Disya menyusul.
“Hai, Juna” Nasywa yang sudah tiba menyapa. Dia terlihat berdandan secantik mungkin.
‘Caper banget sih ini anak’ Disya yang melihatnya bergumam melihat penampilan Nasywa.
“Hai Nasy. Ini adikku. Namanya Disya” Juna menggeser tubuhnya dan duduk Disya yang awalnya tertutupi badan Juna maju. Nasywa terkejut melihat siapa yang ada di belakang Juna.
“Halo, aku Disya.” Disya membungkuk. Dia tersenyum dengan menyebalkan ke arah Nasywa. Juna tidak melihat senyuman itu tapi Nasywa melihatnya.
“Ha, halo Disya.” Nasywa menjawab terbata.
“Sepertinya kalian sudah saling kenal ya?” Juna bertanya heran
“Oh iya, Kak. Bahkan Nasywa suruh aku kasih ini ke Kakak.” Disya menyerahkan surat yang Nasywa berikan kepadanya.
“Eh, oh jangan.” Nasywa berusaha mencegah tapi Juna terlanjur membukanya.
Juna yang membaca surat itu terdiam setelah membaca surat itu dia paham apa yang terjadi.
“Jadi kamu yang nge-bully adikku.” matanya menatap tajam Nasywa. Nasywa terdiam dia terlihat ketakutan
‘Sekarang kamu tahu apa yang terjadi. Aku sudah peringatkan kamu kan’ Disya berbisik ke arah Nasywa.
“Sudahlah kak aku sudah maafkan kok” Disya tersenyum manis ke arah Juna.
“Kamu beruntung Nasywa. Karena adikku memaafkan kamu.” Juna masih menatap tajam Nasywa yang tidak berkutik. Tapi tatapannya sudah melembut sedikit.
“Oh ya, Nasywa sampai sini dulu ya perkenalan kita. Aku akan memberitahumu 1 rahasia kecil. Karena kamu sudah kami anggap teman.” Disya tersenyum. Lalu menatapnya serius.
“Sepertinya yang kamu inginkan di surat itu tidak akan terjadi. Karena aku dan abangku tidak akan masuk sekolah lagi besok. Camkan itu.” Nasywa masih terdiam
“Dan satu lagi namaku bukan Disya dan abangku bukan Juna itu cuma nama samaran. Kita ada di sekolah cuma untuk sementara dan untuk mendapatkan informasi. Namaku adalah Cahyani dan abangku adalah Rabel. Ingat itu.” Cahyani (Disya) berdiri diikuti Rabel. Mereka meninggalkan Nasywa yang tercengang. Disya pergi sambil berkata tanpa menoleh
“Semoga kita bisa ketemu lagi karena kamu sudah aku anggap sebagai teman.”
Cahyani dan Rabel keluar dari restoran. Cahyani menyibak rambutnya. Rambutnya yang awalnya terikat tergerai dan bajunya yang awalnya baju sekolah berubah. Begitu juga dengan Rabel dia menyibakkan bajunya dan membuatnya berubah.
“Kamu parah Cahyani. Padahal aku mata-mata dan pengumpul informasi yang andal.
tapi kamu membuat hal kecil seperti informasi Nasywa adalah pem-bully tidak diketahui olehku.” rebel tersenyum terlihat dia sedikit kesal.
“Yah.., sayangnya aku adalah ahli dalam menutupi suatu hal atau informasi. sepertinya kamu masih harus berlatih.” Cahyani menjawab.
“Jadi kita bakal ke mana lagi?” Cahyani bertanya
“Sepertinya selagi menunggu mama mendapatkan informasi. kita akan dikirim ke luar negeri.” Rabel menjawab
“Ok. yuk” Cahyani sudah berlari terlebih dahulu disusul oleh Rabel.
TAMAT