Tak Pernah Kusangka
Darah suci seorang pejuang sejati
2025-12-04 14:16:24 - ⋆˚。⋆✧ ყυᥒᥒιᥱ's ˚୨୧𓂃 ࣪˖⊹
Di malam hari ini, suasana saat ini tiba-tiba terasa mencekam. Degup jantung yang semakin berdetak. Didalam rumah itu, Terdapat seorang wanita muda bernama Sella sedang menidurkan putra kecilnya, Dian, yang berusia 10 bulan. Namun dalam pikiran wanita itu, ia merasakan betapa gelisahnya ketika menyadari bahwa ia tidak mendapati kabar dari sang suami selama berhari hari.
Ia memiliki kegelisahan mendalam. Suara jangkrik di luar seolah menjadi satu-satunya melodi yang mengiringi kegelisahan dalam benaknya. Sella mencoba menenangkan diri. Namun, di benaknya selalu teringat cerita-cerita tentang masa-masa perjuangan dahulu kala. Ia berusaha menepisnya. Namun… lagi dan lagi bisikan-bisikan itu menghantuinya. Ia mencoba menutup kedua bola matanya. Hingga pada pukul tiga pagi, suara dentuman tembakan memecah keheningan. Jantung Sella berdebar kencang. Ia segera bangkit, mengintip dari bilik rumah. Beberapa anggota berseragam lengkap turun dari tronton militer.
Salah satu Anggota yang dikenalnya, menghampiri rumahnya dan menyapanya dengan suara rendah.“Selamat malam, Ibu, maaf mengganggu waktu istirahatnya, kami disini sedang mencari Bapak Hasan.”
“Ada perlu apa dengan suami saya? Apakah ada kabar dari beliau? Karena sekian hari lamanya tak kunjung saya dapatkan kabar dari suamiku” Tanya Sella.
Anggota itu menghela napas, dengan berat ia mengucapkan. “Ada perintah penangkapan, Bu. Terkait dengan gerakan yang terjadi malam ini.’’
Sella masih mencerna semuanya, Ia pun bertanya “APA MAKSUDMU?”
Kemudian anggota itu menjawab. “ Jadi begini, saat ini kondisi Jakarta sangat amat kacau karena adanya upaya kudeta merajalela.”
Dunia Sella seolah runtuh. Hatinya hancur berkeping-keping. “Apakah yang engkau ucapkan dapat dibuktikan? Ia sangat setia pada negara,” Ia tak mengerti, suaminya yang dianggap sebagai sosok yang setia akan menjadi tersangka. Mata Sella mulai berkaca-kaca. Namun, dengan sekuat hati ia berusaha menahannya. Anggota militer itu mengangguk. “Perintah tetaplah perintah bu, jika bapak Hasan pulang, mohon sesegera mungkin beritahu kami.”
Setelah para tentara pergi, Sella terduduk lemas di lantai dengan suasana senyap yang mendukung kehampaan ini, terlihat dari sorot matanya yang kosong, Ia bahkan tidak pernah terpikirkan hal ini sebelumnya. Di tengah kehampaan ini Dian menangis. Sella pun memeluk putranya erat-erat. “Cup cup cup, Ibu di sini, Nak.” perlahan lahan mereka pun terlelap.
Keesokan harinya, berita tentang upaya kudeta menyebar sangat cepat bagaikan api yang melahap arang. Radio dan surat kabar dipenuhi laporan penculikan dan pembunuhan para Anggota militer. Sella menghabiskan hari-harinya dalam kehampaan yang penuh akan ketidakpastian. Ia mencoba mencari suaminya di berbagai tempat bahkan ia mendatangi markas militer, akan tetapi tak ada satupun tempat yang mampu menemukan bayang-bayang suaminya.
Setiap malam, Ia berdoa kepada Sang Jagad, memohon agar suaminya segera kembali dengan selamat. Ia melihat bagaimana ricuhnya kondisi saat ini, bagaimana pembersihan kekuasaan merajalela. Tetangga bahkan sanak saudara jauh yang awalnya terlihat akrab, kini saling memandang dengan penuh kecurigaan.
Beberapa minggu kemudian, seorang teman suaminya datang berkunjung. “Tok tok tok.. (suara pintu) Sella pun bergegas keluar. Ia berharap mendapatkan kabar baik, setidaknya meskipun kondisi Jakarta saat ini sangatlah ricuh ia dapat mendapatkan kabar bahwa suaminya selamat.
Sella pun bertanya “Ada apa gerangan?” ia menatap wiro dengan penuh kebingungan. Wajah pucat dan mata sembab dari Wiro seakan-akan telah memberikan jawaban kepada Sella.
“HH-ASAN… HASAN… TELAH TEWASS!!” dengan suara rintihan tangis, Wiro pun menjelaskan kepada Sella bagaimana ia menemukan Hasan dalam kondisi memprihatinkan. Ia menyaksikan bagaimana Hasan tewas, seluruh tubuh Hasan dipenuhi dengan lebam. Darah Hasan keluar bagaikan aliran air. Wiro semakin terpukul akan kejadian ini. Ia tidak menyangka bahwa teman dekatnya menjadi korban kudeta.
Hati Sella pun terpukul, Ia memeluk putra kecilnya dan berkata “ Sabar ya, Nak. Kamu akan tumbuh tanpa seorang ayah."
Sella tak bisa lagi menahan isak tangisnya. Ia tahu, hidupnya akan menjadi lebih berat. Ia harus menjadi ibu tunggal yang kuat demi putranya kecilnya. Ia harus mampu bertahan, di tengah badai politik yang merajalela. Sella telah membesarkan Dian sendiri dengan berbagai tantangan ia hadapi sebagai orang tua tunggal yang memiliki dua peran dan sekarang Dian telah tumbuh menjadi seorang remaja yang cerdas dan berbakti kepada ibunya.
Ia menyaksikan bagaimana kejadian kala itu berkembang, bagaimana sejarah ditulis dan ditafsirkan ulang. Ia mendengar berbagai versi cerita, berbagai tuduhan, berbagai pembenaran. Dian pun bertanya kepada sang ibunda dengan penuh kebingungan “Apakah surat kabar benar Bu, bahwa ayah menjadi tersangka?” kemudian Sella pun menjelaskan dengan lembut “Tidak, Nak. Justru ayah kamulah yang menjadi korban pada saat itu”
Sella selalu menjawab pertanyaan Dian dengan jujur, sejauh yang ia tahu. Ia mengajarkan Dian agar tidak membenci, tetapi untuk belajar dari masa lalu, untuk memahami kompleksitas sejarah, dan untuk selalu mencari kebenaran. Suatu hari, Dian menemukan sebuah buku lusuh dalam brankas peninggalan sang ayah yang sengaja disimpan sebagai kenang-kenangan, Dian membuka setiap lembarannya. Ia membaca dengan seksama. Setelah membaca keseluruhan ia tak ada sedikitpun menemukan indikasi bahwa ayahnya menjadi tersangka. Justru Ia hanya menemukan ayahnya sangatlah mencintai negara, Namun terdapat kekhawatiran sang ayah terhadap perpecahan yang mulai terlihat dalam tubuh militer.
Kemudian Dian bergegas mencari ibunya “IBUUUUU… lihat! Aku menemukan dokumen peninggalan ayah di dalam brankas.” Dian memberikan buku itu tersebut kepada ibunya.
Tak terasa air mata Sella pun mengalir deras. Ia tahu, suaminya adalah korban, bukan pelaku. Kisah militer dengan suaminya menjadi pengingat yang mendalam akan kerapuhan perdamaian dan bahaya ideologi ekstrem, menekankan pentingnya mengenang sejarah agar generasi mendatang dapat belajar dari kesalahan masa lalu dan membangun masa depan yang lebih baik. Dengan harapan agar kisah ini tidak terlupakan, Sella mengajak kita semua untuk merenungkan harga mahal yang harus dibayar akibat konflik.