The Bystander Effect: Dilema atas Nama Saksi Mata
"Oh, mungkin orang lain yang akan menyelamatkannya, tidak harus aku, kan?"
2025-05-08 09:43:18 - Hayzalia
Pukul 03.00 dini hari, seorang bartender wanita memarkirkan mobilnya dan perlahan berjalan ke apartemennya di New York ketika ia merasakan bulu kuduknya berdiri. Gendang telinganya menangkap sesuatu yang tidak beres–bergema suara langkah kaki selain miliknya. Merasa tidak aman, ia berlari melewati tangga darurat hanya untuk mengetahui bahwa alarm instingnya telah menjadi nyata: seorang pria paruh baya berdiri di ujung tangga, menunggu dan tampak mencurigakan. Sang wanita, yang tidak menunggu basa-basi dari pria itu, langsung berlari untuk menyelamatkan diri. Satu panggilan telepon oleh tetangganya bisa saja menyelamatkan nyawa wanita itu. Namun pada kenyataannya, di antara setidaknya 37 saksi mata yang diwawancarai oleh kepolisian mengakui bahwa mereka hanya menyaksikan semua peristiwa brutal itu terjadi tanpa ada tekad untuk menghentikannya.
Apakah kita menganggap para saksi yang diam ini tidak menanggung kesalahan dalam tragedi ini? Pembebasan semua kesalahan dari para pengamat yang tidak bergerak jelas adalah sebuah keputusan yang tidak didasari oleh moral. Konsekuensi dari tindakan kelalaian ini harus direnungkan sungguh-sungguh. Dari banyaknya asumsi dan hipotesis yang beredar mengenai aspek psikologi dan moralitas dalam kasus tersebut, sebuah teori oleh Bibb Latane dan John Darley tampaknya menjadi yang paling layak ditinjau dan disetujui: The Bystander Effect atau ‘Efek Pengamat’. Menurut Anindya Octaviani dalam artikel PijarPsikologi.com, Bystander Effect merupakan situasi di mana orang hanya memilih untuk menjadi pengamat, menyaksikan bahaya yang terjadi, namun tidak melakukan apapun untuk membantu atau menghentikan kejadian tersebut. Teori ini menyoroti tentang difusi tanggung jawab dan konsekuensi moralitas dari saksi mata yang tidak responsif, meski ia bisa saja membuat perubahan dengan langkah-langkah kecil.
Penjabaran dari teori ini meliputi sebuah fakta bahwa semakin banyak orang, semakin kecil kemungkinan untuk bertindak. Harapan bahwa seseorang diantara kerumunan pengamat akan menolong berdifusi, menciptakan suatu siklus mematikan dari Bystander Effect. Ada berbagai alasan mengapa orang melakukan ini. Kondisi yang tidak memungkinkan kerap kali memunculkan dilema pada para pengamat; haruskah ia bertindak semampunya atau tetap diam demi keselamatan diri sendiri, melihat ada banyak orang di sekelilingnya yang mungkin lebih berpotensi untuk menolong jika ia bersedia. Faktor inilah yang menyebabkan orang merasa tidak ada keharusan untuk melakukan tindakan pertolongan. Namun, apabila seseorang memiliki keberanian untuk bertindak, maka kecenderungan orang lain di sekitarnya untuk turut membantu akan meningkat. Menjadi saksi terkadang berarti menjadi pengambil keputusan dan penentu hidup seseorang, dan apabila semua kriteria untuk menolong telah terpenuhi, maka kecenderungan orang untuk menolong akan lebih besar, begitu pula mereka yang merasa memiliki kriteria yang sama untuk menolong. Dengan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa jumlah pengaruh yang dimiliki oleh saksi tidak hanya terbatas pada dirinya sendiri, tetapi menyebar ke semua orang di sekelilingnya. Dengan demikian, tanggung jawab pengamat menjadi berlipat ganda karena potensi untuk bertindak secara efektif meningkat.
Namun, semua hal yang disaksikan oleh pengamat tidak serta merta menjadikannya sebuah tanggung jawab mutlak yang harus diselesaikan oleh sang pengamat. Meskipun mungkin itu merupakan hal baik untuk dilakukan, seseorang tidak perlu membebani dirinya sendiri dengan memperbaiki penderitaan atau bahkan kesalahan orang lain. Pertanyaan yang patut diajukan dalam diri seorang pengamat yang bertanggung jawab sebelum bertindak adalah “Apakah aku tahu cara untuk membantu ataukah aku hanya akan membahayakannya?”. Krusial untuk menyadari bahwa tidak semua orang memiliki pengetahuan yang cukup tentang segala hal sehingga probabilitas keputusan yang salah akan mendominasi. Pertimbangan serius mengenai kecenderungan suatu aksi akan menimbulkan lebih banyak manfaat atau justru menjadi berbahaya harus ditekankan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk diingat bahwa meskipun menolong seseorang yang sedang dalam bahaya merupakan hal yang berani untuk dilakukan, namun kerumitan situasi seperti itu tidak boleh diremehkan. Karena pada dasarnya, konsep humanitas tidak mengandung paksaan untuk selalu mengorbankan diri sendiri demi altruisme palsu. Namun, kenali diri dan keadaan terlebih dahulu sebagai fondasi untuk mengabdikan diri kepada masyarakat dan menolong sepenuh hati kepada yang membutuhkan.