Potongan (sangat) kecil dari kehidupan Zubayr.
Aku menatap gedung sekolah di depanku, banyak sekali yang sudah berubah dari sekolah ini. Lapangan di depan sekolah itu memiliki lampu-lampu di sekitarnya, dan tidak ada lagi genangan air di tengahnya ketika hujan turun. Tinggi pohon-pohon yang sebelumnya sama denganku, kini menjulang gagah membuatku harus mendongak untuk melihat dedaunannya. Jalanan tempat lari pagi di sekitar sekolah itu masih sama seperti sebelumnya, tetapi bunga-bunga di sekitarnya bermekaran indah memesona. Gedung sekolah itu tidak banyak berubah, satu-satunya yang berubah adalah tidak ada lagi cat yang terkelupas. Tapi, aku yakin dalamnya akan penuh dengan kejutan. Aku tersenyum, melangkah perlahan menuju pintu depan. Sudah lama sekali sejak aku mendatangi sekolah lamaku. Sekolah yang terletak di Semarang. Atau yang lebih dikenali sebagai, Mega Islamic Boarding School.
Aku seketika terpana ketika aku sudah memasuki sekolah MIBS ini, berbagai piala dan medali berjejer rapi memenuhi lemari-lemari kaca di depanku. Rasanya baru kemarin aku melihat lemari kaca itu kosong-melompong, kini bahkan sudah ada lemari tambahan untuk menampung penuhnya piala dan medali yang ada di depanku.
Sekitar setengah jam aku melihat-lihat dan berkeliling di sekitar lemari kaca yang dalamnya penuh sesak oleh piala dan medali, bahkan beberapa dari mereka tidak sempat kulihat karena waktuku tidak banyak. Maka aku segera melanjutkan berjalan, memasuki bagian dalam bagian sekolah ini.
Di sekolah ini, asrama serta kelas putra dan putri dipisah. Ketika kita memasuki sekolah ini, kita akan menemukan dua jalur yang berseberangan. Yang satu ke kanan, dan yang satu lagi ke kiri. Bagian putra, terletak di jalur kanan. Di situlah aku mulai memasuki area putra.
Sambil berjalan, aku memperhatikan ruangan-ruangan sekolah ini. Di sepanjang lorong lantai satu aku melihat mushola, ruang guru putra, ruang makan, toilet guru, dan kantin. Ketika aku merasa cukup berada di lantai satu, aku mulai menaiki tangga menuju lantai dua.
Mulai dari lantai dua ini, aku mulai merasakan perbedaan yang membuatku dua kali lebih lama melihat-lihat dan memperhatikan ruangan-ruangan di sekitar lorong lantai dua. Kelas-kelas di sini sudah sepenuhnya berbeda dengan kelas-kelas dulu yang kukenal, banyak pertukaran kelas telah terjadi. Yang dulunya kelas 8A, sekarang menjadi 11B.
Tapi itu tidak terlalu menggangguku, karena memang sudah sewajarnya ruangan-ruangan kelas terkadang berganti. Yang aku perhatikan adalah, kelas saat ini jauh lebih canggih dibandingkan dulu ketika aku sekolah disini. Meja dan kursi telah berganti menjadi meja dan kursi dengan bahan berkualitas saat ini, guru yang mengajar memiliki meja dan kursi khusus tersendiri, layar besar di dalam sana terlihat lebih gagah, dan kebersihan kelas ini seratus persen membuatku kagum.
Tidak cuma kelas ini yang sedang kuperhatikan, semua kelas di sini sama persis dengan yang aku lihat. Sepertinya lantai dua sudah kulihat semua, aku memutuskan untuk menuju lantai tiga.
Ketika aku hendak menaiki tangga menuju lantai tiga. Langkahku terhenti, tubuhku membeku, dan mataku mulai terpikat oleh ruangan di dekatku. Aku menoleh, dan ternganga melihat ruangan itu.
Ruangan tersebut dilapisi oleh kaca transparan, yang membuatku bisa melihat keadaan di dalam sana. Rak-rak buku menjulang tinggi hingga lantai tiga, membuatku harus mendongak melihatnya. Buku-buku dari yang tipis, hingga yang tebal tersusun rapi di dalam rak-rak itu. Pijakan ruangan itu terbuat dari rumput hijau buatan yang membuat nyaman suasana, dengan tempat duduk dan bantal untuk bersantai tersedia di dalam sana. Ini adalah perpustakaan impian yang selalu kunanti-nantikan sejak dulu.
Aku balik badan dan mulai membuka pintu kaca perpustakaan di depanku ini.
Aku sadar sekolah ini telah berubah banyak, dibandingkan ketika aku pertama kali bersekolah di sini.
***
Aku masuk sekolah ini ketika SMP, dan aku adalah angkatan pertama dari sekolah MIBS ini yang masih baru. Aku ingat saat pertama kali masuk, terutama saat matrikulasi. Saat itu, sisa-sisa wabah Covid-19 masih sedikit membekas. Jadi matrikulasi saat itu memakai zoom, salah satu aplikasi yang bisa bertemu secara online.
Aku paling tidak menyukai pembelajaran online, itu sering membuatku bosan dan mengantuk. Pembelajaran online disaat matrikulasi memakai aplikasi zoom. Satu-satunya yang aku suka dari zoom adalah zoom chat, disana aku bisa berkirim pesan ke semua orang ataupun secara pribadi. Tapi jika sedang bosan dengan zoom chat, maka tidak menunggu lama aku akan tertidur.
Tapi jika sedang bosan tidur, main game adalah satu-satunya jalan terbaik. Sampai terkadang, jika aku terlalu fokus bermain game, aku tak sadar bahwa namaku sudah dipanggil berkali-kali.
“Zubayr? Zubayr kemana? Zubayr hadir?”
Aku mendengar suara samar-samar di depanku, segera beralih layar dari website game ke aplikasi zoom.
“Yaudah, Kiki aja yang gantiin Zubayr dulu. Kiki, udah nyampe mana hafalannya?”
Lamunanku terhenti, segera tersadar. Lalu segera menyalakan mik.
“Saya hadir!”
Layar di depanku sedikit lenggang, sepertinya Pak Agus sedikit terkejut dengan suaraku yang muncul tiba-tiba.
“Ya Zubayr, kamu kemana aja? Hafalan kosakata Arab kamu udah nyampe mana?” Suara Pak Agus masih sedikit terdengar putus-putus di laptop.
“Itu pak..” Aku berpikir sejenak, berusaha tidak mengatakan bahwa aku sedang bermain game, malah asyik sendiri dan tidak memperhatikan pembelajaran.
“Internet saya kurang bagus pak.” Aku menyeringai, menemukan alasan bagus.
“Oh, gak papa. Hafalanmu udah nyampe mana?” Pak Agus bertanya untuk kesekian kalinya dari layar laptop.
Aku berpikir sejenak, baru teringat bahwa hari ini Guru Arab akan mengecek hafalan kosakata Arab yang sudah dipelajari di pertemuan zoom kemarin. Aku bahkan tidak menghafalkannya, cuma membacanya sekilas. Aku berusaha mengingat setidaknya satu kosakata untuk disetorkan. Aku teringat kosakata Arab yang persis seperti bahasa Indonesia.
“Saya belum hafal banyak pak, seingat saya cuma tin sama zaitun.” Aku berusaha agar terlihat betul-betul sudah menghafalkan.
“Baru dua aja nih? Ya sudah, nanti di hafalkan lagi ya?” Pak Agus bertanya heran, waktuku cukup banyak untuk menghafalkan, tapi yang baru kuhafalkan cuma dua dan itu pun yang bahkan semua orang bisa.
“Iya, pak.” Aku menjawab malu-malu.
Memalukan memang, itu hanya satu kejadian diantara beberapa kejadian lainnya yang tidak aku ceritakan.
Aku memilih kejadian itu karena itulah kejadian yang paling kuingat. Terutama Pak Agus adalah guru yang pertama kali kukenal dekat (maksudnya adalah aku paling aktif di jam pelajaran Pak Agus). Dan nantinya akan Pak Agus akan menjadi pembina di asrama laki-laki.
Disamping itu semua. Meskipun aku tidak pernah mendengarkan secara langsung arti dari kata matrikulasi, tapi aku bisa menyimpulkan bahwa salah satu arti dari kata matrikulasi adalah untuk aku dan teman-teman lainnya untuk bisa menjadi dekat satu sama lain. Agar ketika aku sudah tidak matrikulasi lagi, aku diharapkan bisa cepat akrab dan tidak kaget dengan kehidupan sekolah MIBS.
Dan zoom chat menjadi tempat berkomunikasi terbaik saat berada di zoom. Terutama bisa mengirim pesan secara pribadi. Disana, aku telah berkirim pesan kepada seluruh teman sekelasku.
Wali kelasku mengatakan bahwa kita sebenarnya berempat, tapi yang satu lagi sedikit telat masuknya. Jadi saat itu, laki-laki di sana hanya bertiga termasuk aku. Dua orang laki-laki itu bernama Nehan dan Kiki
Orang pertama kali yang kukenal disana adalah Nehan. Dia orang yang sering aktif di zoom chat, jadi dia adalah orang pertama yang kuajak berkenalan. Lalu, orang kedua adalah Kiki. Dia terkadang aktif di zoom chat, tapi tidak sesering Nehan.
Dan hampir setiap pertemuan, aku tidak bosan-bosannya berkirim pesan dengan dua teman baruku itu.
Perempuan disana, berjumlah enam orang (Nanti pada saat aku kelas 8, datang anak perempuan baru yang membuat jumlah anak perempuan di kelasku menjadi tujuh). Meskipun aku sering berkirim pesan dengan Nehan dan Kiki, bukan berarti aku tidak berkirim pesan dengan yang perempuan.
Dari keenam perempuan disana, semuanya telah ku kirim pesan secara pribadi. Dari keenam orang itu, semuanya menjawab pesanku. Kecuali satu orang, aku tidak tahu kenapa dia tidak pernah menjawab pesanku (Dia adalah orang terakhir yang kukirimi pesan di saat matrikulasi).
Aku tidak ingat persis urutan siapa perempuan yang duluan ku kirim pesan, mengajak berkenalan (Walaupun terkadang ada perempuan yang duluan berkirim pesan denganku, mengajakku berkenalan). Tapi ada satu perempuan yang sering berkirim pesan denganku, dan dia adalah perempuan pertama yang kukirimi pesan.
Dan ketika laki-laki ketiga di kelasku sudah masuk. Aku pun mengirimkan pesan, mengajaknya berkenalan. Dia adalah murid laki-laki ketiga yang ku kenal di kelasku. Laki-laki itu bernama Tyaga.
Saat pembelajaran, perempuan dan laki-laki berada pada satu ruangan zoom. Tapi ada satu jam khusus, jam pertemuan dengan wali kelas. Dan wali kelasku adalah Pak Yariz. Pak Yariz adalah wali kelas laki-laki dari kelas 7. Jadi, disana aku hanya berempat dengan tiga temanku di kelasku.
Cukup membahas tentang matrikulasi, aku akan membahas singkat mengenai pertama kali aku masuk sekolah MIBS.
Sekolah MIBS adalah sekolah yang berasrama. Jadi, orang-orang dari berbagai tempat berkumpul disana menjadi satu keluarga. Tentu saja asrama laki-laki dan perempuan dipisah.
Saat pertama kali kesana, sekolah itu masih dibangun. Ada empat lantai sebenarnya, tapi baru lantai satu yang bisa digunakan. Tapi, itu cukup untuk kita bersekolah. Sebenarnya asrama di sekolah itu terletak di lantai atas, tapi karena masih dalam proses pembangunan, asrama kita berbeda dengan sekolah. Dan setiap paginya, kita diantar menuju sekolah.
Disana, aku bertemu dengan orang-orang yang sudah kukenal sebelumnya saat matrikulasi. Ada Nehan, Kiki, dan Tyaga. Dan tentu saja awalnya kita terkadang tidak menemukan kesamaan diantara kita. Tapi seiring berjalannya waktu, ikatan diantara kita berempat menjadi sangat solid. Kita semua pada akhirnya menjadi teman dekat. Alhamdulillahirabbil'alamin.
Juga aku bertemu dengan perempuan yang sering berkirim pesan denganku (Maksudnya paling sering di antara perempuan yang lain), ada perempuan yang duluan mengajakku berkenalan, ada perempuan yang hanya berkirim pesan dengan ku sekilas, ada perempuan yang kamera zoom nya selalu dihidupkan, ada perempuan yang mengajakku mabar (Tapi aku menolaknya, akibat aku tidak mempunyai game yang diajak untuk main bersama), dan ada perempuan yang hanya kukirimi pesan sekali-dua kali saja (Karena dia tidak pernah menjawab pesanku).
Sambil bersekolah, aku juga memperhatikan perubahan sekolah MIBS ini. Memang tidak bisa langsung jadi, karena semuanya butuh proses. Butuh hampir setahun proses pembangunan asrama dan sebagainya, tapi itu bukan berarti aku tidak bisa belajar disana. Justru, aku mendapatkan sesuatu yang paling berharga. Pengalaman.
Tambahan:
Saat memasuki kelas 8, pada akhirnya aku berkirim pesan dengan perempuan baru di kelasku menggunakan HP salah satu temanku karena saat itu HP sedang berada di adikku. Yang jelas, lengkap sudah. Aku sudah berkirim pesan dengan seluruh teman sekelasku.