Sejarah melewatkan satu raja dalam sejarah Mataram Islam
Judulnya langsung memicu otak kita untuk mengingat deretan raja Mataram Islam, kan? Siapa saja yang terlintas di kepala? Panembahan Senopati? Panembahan Hanyakrawati? Atau Sultan Agung Hanyakrakusuma? Semua yang disebutkan tadi benar. Namun, sejarah melewatkan satu raja. Raja yang pernah memerintah Mataram Islam dalam satu hari. Benar, raja ini hanya memerintah dari pagi sampai esok hari saja. Bukan karena prank atau lelucon belaka. Sang raja ini hanya bisa memimpin Mataram Islam dalam sehari karena politik feodal.
Raja ini adalah Raden Mas Wuryah (1605-1613). Raja dengan gelar Adipati Martapura ini adalah putra dari Panembahan Hanyakrawati dengan Ratu Kulon Tulungayu. Namun, Raden Mas Wuryah ini bukan putra semata wayang Panembahan Hanyakrawati. Sebelum naik takhta, Panembahan Hanyakrawati memiliki seorang anak dengan Dyah Banowati dari Pajang. Anak ini lebih terkenal dengan nama Raden Mas Rangsang. Raden Mas Rangsang berjarak 12 tahun lebih tua dari Raden Mas Wuryah.
Sebelum Panembahan Hanyakrawati meninggal, beliau mengaku mendapatkan suatu bisikan gaib yang menyatakan bahwa kekuasaan Kerajaan Mataram Islam harus diwariskan ke Raden Mas Rangsang, bukan Raden Mas Wuryah. Karena itulah beliau memindahkan tampuk kekuasaan ke Raden Mas Rangsang.
Polemik bermunculan setelah Panembahan Hanyakrawati meninggal. Masing-masing raden memiliki pendukung dari orang terpandang. Pengangkatan Raden Mas Rangsang diprakarsai oleh Ki Juru Mertani (Luhutnya Mataram Islam), sementara pengangkatan Raden Mas Wuryah didukung oleh Pangeran Purbaya, panglima perang Mataram Islam. Polemik ini berujung pada naik takhtanya kedua raden tadi. Namun Raden Mas Wuryah hanya menjadi raja selama sehari. Hari berikutnya, Raden Mas Wuryah lengser dan digantikan Raden Mas Rangsang. Beliau meneruskan tampuk kekuasaan Mataram Islam dengan gelar Panembahan Hanyakrakusuma. Kelak, gelar beliau berubah menjadi Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Tidak asing? Benar, beliau adalah raja terbesar Mataram Islam yang disebutkan di sumber-sumber sejarah masa kini.
Ada beberapa teori yang muncul mengenai pengangkatan raja sehari Kerajaan Mataram Islam ini. Salah satu teori menyebutkan bahwa kondisi Raden Mas Wuryah tidak memungkinkan untuk memerintah Mataram Islam. Dalam Babad Tanah Jawi dan literasi lain, Raden Mas Wuryah disebut menderita Tuna Grahita alias cacat mental. Digambarkan sebagai lupa ingatan musiman, Raden Mas Wuryah juga dikisahkan suka memakan hewan hidup. Alasan ini digunakan oleh Panembahan Hanyakrawati untuk melengserkan beliau dari pemerintahan.
Teori lain menyebutkan bahwa sebenarnya Raden Mas Wuryah kalah secara politik. Situasi saat itu memang tengah berpihak pada Raden Mas Rangsang. Sedikit informasi, Raden Mas Rangsang telah berumur 20 tahun saat itu sementara Raden Mas Wuryah baru berumur 8 tahun. Setelah Raden Mas Rangsang diangkat sebagai Sultan Agung, barulah isu perihal kondisi mental Raden Mas Wuryah didengungkan. Orang-orang yang setuju dengan teori ini merasa perlu adanya legitimasi lebih untuk melanggengkan kekuasaan Sultan Agung. Lantas, cara menyebar hoaks ini dipakai. Mau tak mau, keadaan memaksa Raden Mas Wuryah untuk menyingkir. Beberapa mengatakan bahwa beliau menepi ke Magelang atau lebih jauh lagi. Akhirnya dengan kekuasaan mutlak, Raden Mas Rangsang memerintah kerajaan Mataram Islam menuju puncak kejayaannya.
Tentu kisah ini menimbulkan banyak konspirasi yang menarik untuk ditelaah. Tapi pada akhirnya, sejarah tetap berjalan, walau harus menghilangkan suatu kenangan tentang tokohnya. Kisah tentang Raden Mas Wuryah yang berselimut polemik dan misteri ini berhenti di sini, menghilang dari ingatan orang-orang tentang kerajaan Mataram Islam.
Referensi:
https://mojok.co/terminal/raja-mataram-islam-yang-memerintah-sehari-akibat-cacat-mental-atau-hoaks-sultan-agung/