Karena setiap anak adalah istimewa. Memahami bagaimana perilaku dan emosi yang dirasakan anak adalah hal yang paling penting bagi setiap orang, karena demikian anak menjadi aspek ilmu yang penting sejak tahun 1920 yang diawali oleh Edward L. Thordike, kemudian berkembang seterusnya hingga 1995 oleh Daniel Goleman yang membahas Social Intelligence, Emotional Intelligence, Multiple Intelligence & Non-intellectual factors.
Bahasa komunikasi yang dilakukan oleh orangtua, guru ataupun lainnya juga menjadi penyebab bagaimana emosi mereka menjadi tidak stabil atau cenderung untuk marah. Pentingnya Non-Judgmental Communication menjadi solusi utama untuk mengatasi anak-anak yang tidak percaya diri dan merasa gagal.
Ada empat cara untuk memastikan emosi anak dalam keadaan baik, cara pertama adalah membangun koneksi antara siswa dan guru agar mereka dapat merasakan emosi anak yang sedang dirasakannya, kedua adalah mendukung. Dukungan guru menjadi sangat krusial moment dalam menjaga emosi anak. Ketiga, fokus dalam masalah dan emosi anak. Dengan cara fokus pada masalah dan emosi anak, guru diharapkan bisa mengetahui untuk cara keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh anak, dan yang keempat adalah kepercayaan diri pada anak, dari ketiga langkah yang telah disebutkan akan timbul kepercayaan diri di setiap anak.
Kekosongan cangkir dalam emosi anak digambarkan tentang tekanan dan strees yang mereka alami, penolakan yang pernah terjadi, kesepian, hukuman, kegagalan dan melakukan yang mereka tidak sukai. Kala kekosongan cangkir ini, mereka akan mencoba merebut cangkir lainnya dengan cara melakukan tindakan yang kurang baik untuk mendapatkan sebuah perhatian.
Dalam cangkir yang penuh, anak-anak digambarkan memiliki emosi yang baik, mereka senang dan bersemangat, sebagai guru atau orangtua seharusnya dapat menjaga cangkir yang penuh dan mengisi cangkir yang kosong.