“Arrkhh! jaringannya error terus dari tadi!”
Kesal anak laki-laki yang terus mengomel tidak jelas pada layar computer yang berada di hadapannya. Tangannya sejak tadi terus berulang-ulang mengeklik try again. Namun berakhir sama error, klik untuk muat ulang terpampang jelas di layar.
Ruangan kamar yang didominasi motif catur, berwarna hitam putih dan diselingi dengan sedikit warna abu-abu dengan meja belajar di pojok kanan, berdampingan dengan tempat tidur bawah tanpa ranjang yang berukuran single bed yang membuat kamar terlihat dan terasa cukup luas untuk satu orang penghuni. Beberapa buku yang berjajar rapi di atas rak, juga banyak kertas-kertas dan alat tulis yang berserakan di sekitarnya. Di atas meja belajar terdapat satu set computer.
Seorang laki-laki sedang duduk dengan tangannya sibuk memainkan tetikus yang digenggam di tangan kanannya. Sejak tadi, anak laki-laki itu tak henti-henti menggeram kesal. Karena jaringan internet yang seolah tak mendukung kegiatannya saat itu.
Dengan perasaan kesal, ia pun membaringkan punggung serta kepalanya ke arah bantal yang sudah sedari tadi berada di belakangnya. Hingga tiba-tiba bunyi notifikasi ponselnya terdengar ke telinganya.
Tubuh yang semula terbaring lesu di atas kasur kini mulai menghampiri meja belajar yang berada di sebelah kirinya dan meraih ponselnya dengan sigap. Laki-laki itu kembali menggeram kesal, ternyata hanyalah sebuah pesan singkat masuk yang isinya pemberitahuan tambahan tugas sekolah. Namun setelah itu jaringan pun kembali buruk dan anak laki-laki itu pun terlihat mulai pasrah.
“Ya sudahlah, aku mau tidur dulu, siapa tahu nanti pas bangun-bangun sudah balik normal lagi.”
Dengan tubuh yang beranjak berdiri untuk mengisi daya computer dan ponselnya kemudian segera menaruhnya di atas meja belajar. Ia pun membaringkan tubuhnya di kasur sambil memeluk bantal lembut yang berwarna abu tua, ia pun mulai perlahan memejamkan matanya.
Kling… kling… kling…
Notifikasi di ponsel yang sedang mengisi daya itu mulai bersahutan, tanda jaringan sudah kembali membaik. Ia pun dibangunkan oleh suara yang berasal dari ponselnya. Mata kanannya mulai sedikit terbuka dan dengan perlahan membuka keduanya. Ia terbangun dan duduk sambil menghadap ke arah meja belajarnya sembari mengusap wajah lalu mengarahkannya ke rambut yang berwarna hitam mengkilap itu.
“Hah, sudah jam 1 saja!”
Ia pun terkejut hingga membuat matanya terbuka lebar setelah melihat ke arah jam dinding digital yang tergantung di tembok kamarnya.
“Kok gak ada yang bangunin aku ya? Orang-orang pada ke mana sih?”
Tanyanya kesal dengan meraih ponsel di atas meja belajarnya. Mungkin anggota rumah lainnya masih tertidur. Dengan masih dilanda rasa kesal, ia mengecek notifikasi yang memenuhi ponselnya. Perasaan yang semula kesal, berubah seketika saat salah satu alisnya terangkat. Seseorang telah mem-follow akun Instagramnya.
Tangan dan pandangannya kini lebih senang bermain ponsel. Ia bersorak gembira saat foto profil akun yang mem-follow-nya barusan bergambar seorang gadis cantik. Tertera nama Lollipop di bawah foto tersebut. Karena penasaran ia segera mengirim pesan pada akun tersebut.
Ahnaf, anak laki-laki yang sejak tadi yang tak berhenti tersenyum sambil menunggu balasan pesan dari seseorang di seberang sana yang belum ia kenal.
Setelah lima menit kemudian, sebuah pesan akhirnya masuk. Hingga Ahnaf melewatkan tugas-tugas yang sedari tadi menumpuk di notifikasi ponselnya. Ia kembali terbangun saat matahari telah bersinar dan sinarnya telah menerobos celah jendela.
Ia menengok ke arah jam dinding yang menunjukkan sudah hampir pukul enam pagi. Ia pun segera berlari menuju kamar mandi dan bersiap untuk menuju ke sekolah.
Kecerobohannya semalam berbuah hukuman dari guru Bahasa Inggris yang telah meng-koar-koarkan untuk segera menyelesaikan tugas yang kemarin diberikan lewat pesan di grup. Semalam ia lupa belum menyelesaikan tugasnya karena tak lama ia tertidur saat menunggu balasan pesan dari akun yang ber-username Lollipop tersebut.
Ahnaf juga tidak mengetahui nama asli pemilik akun tersebut karena ia tak mau memberi tahu. Tapi yang Ahnaf yakini, pemilik akun tersebut adalah seorang gadis.
Ia juga sempat men-stalker akun tersebut tapi yang ia tahu hanya profil kosong, tidak ada postingan yang tertera, dan juga hanya menyisakan satu highlight dengan judul ‘TAK SAMA’. Karena penasaran, ia mencoba mengirim pesan pada akun tersebut.
Ahnaf merasa semakin antusias dan berharap dapat berkenalan dengan si akun Lollipop tersebut. Siangnya, saat ia baru tiba di rumah sepulang sekolah, ia segera berlari menuju kamarnya yang terletak di lantai atas.
Ia tak sabar dan langsung menyalakan komputernya. Balasan pesannya semalam telah ia terima. Ia melanjutkan kembali mengirim pesan dan bertanya banyak hal. Ahnaf lagi-lagi bermain sampai lupa waktu. Kini hari telah petang dan ia belum juga mengganti seragam yang ia kenakan. Ia juga rela melewatkan makan siangnya. Akhirnya, setelah akun Lollipop itu tak membalas kembali, Ahnaf kemudian membersihkan diri dan menuju dapur untuk mengisi perutnya yang lapar.
Malamnya tak jauh beda. Ia lagi-lagi lupa mengerjakan tugasnya. Ahnaf masih menunggu balasan akun Lollipop tersebut tapi tak kunjung muncul notifikasi di akunnya. Hingga kejadian kemarin malam terulang kembali, ia tertidur di atas meja belajar.
Seperti tidak kapok, sepulang sekolah ia segera menyalakan komputer setibanya di kamar. Lagi-lagi balasan dari akun Lollipop tersebut belum juga ia terima. Ahnaf menunggunya hingga lebih dari dua jam namun belum juga pesan balasan tersebut masuk ke notifikasinya.
Terlampau kesal, ia segera mematikan komputernya dan mencari kegiatan lainnya. Saat ia makan siang, nada dering ponselnya berbunyi memberi instruksi. Akhirnya yang ditunggu-tunggu tiba. Ahnaf senangnya bukan main. Ia sampai melupakan makanan yang tadi tengah disantapnya.
Tangannya tak berhenti bergerak di atas layar ponselnya, ia bahkan senyum-senyum sendiri dengan matanya sejak tadi tak beralih dari benda pipih yang digenggamnya. Hampir dua jam ia bermain dengan ponselnya dan akhirnya ponselnya benar-benar mati karena kehabisan daya.
“Yahhh!” kesalnya, ia langsung beranjak dari meja makan dan meninggalkan piringnya begitu saja di atas meja.
Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah mengisi daya baterai ponselnya. Setelah gambar petir telah tertera di layar ponsel ia kembali bermain ponsel kembali. Kali ini bukan pasal daya baterainya namun juga si Lollipop tak kunjung membalas pesannya. Ia terus menunggu hingga bosan di kursi belajarnya. Akhirnya ia memutuskan meninggalkan ponselnya. Ia mencoba mencari kegiatan lain. Malam telah tiba, ia kembali teringat akun Instagramnya yang telahdi-follow oleh akun misterius dengan profil yang hanya berisi satu highlight itu telah mengalihkan fokusnya kali ini.
Namun dari kedua dugaan tersebut tidak ada satupun yang terjadi. Ia lebih merasa sedih saat balasan pesannya tak diterima. Sampai akhirnya, ia telah menunggu hingga berhari-hari namun tak ada pesan masuk. Akhirnya ia mencoba membuka akun si Lollipop.
Masih sama ia hanya dapat melihat satu highlight yang berisi tiga foto yang menurut Ahnaf itu sangat estetik. Hingga ia tak sengaja men-scroll-nya ke bawah lagi. Akun instagram Lollipop tersebut ternyata tersambung dengan media sosial lainnya. Ia menemukan akun Facebook si Lollipop.
Sial.
Ia telah tertipu. Akun yang bernama Lollipop yang selama ini telah membuat ia melupakan kegiatannya hingga ia menggalaukannya, pemiliknya adalah seorang laki-laki. Data diri si akun Lollipop tersebut terlihat di akun Facebooknya.
“Bagaimana bisa aku tertipu seperti ini,” kesalnya.
Memang akun Lollipop tersebut tak pernah menyatakan gendernya tapi ia merasa telah dibohongi. Malu dan kesal yang Ahnaf rasakan kali ini. Harapan mendapat kenalan cewek cantik telah pupus. Kini ia tak lagi menunggu balasan pesan dari si Lollipop. Jika ia tahu pemilik akun Lollipop sejak awal adalah seorang laki-laki, ia takkan menanti pesan balasan dari akun tersebut hingga galau seperti sebelumnya.
The End…
tugas civic