cerpen
Bosan, kesel...!! mendengar nama itu.
“Aini ayo ke sekolah,” temanku berseru.
“Iya bentar Shafa,” aku menyusul.
Hari ini adalah hari pertamaku sekolah di kelas 1 SMP dan kemarin aku baru saja datang ke asrama. Kami lalu turun menuju kelas. Setelah kami menaruh tas kami sarapan. Pelajaran pertama adalah bahasa Arab. Aku yang telat masuk karena sakit disuruh memperkenalkan diri. Setelah memperkenalkan diri kata yang pertama yang aku dengar adalah, “Eh, kamu adiknya Zuwin ya yang kelas 8 itu?” sang guru bertanya. Aku tersenyum dan mengangguk, "Huh, dari SD kenapa sih nama itu terus yang disebut dan ditanyain," aku menggerutu dalam hati.
Aku melewati hari itu dengan menyebalkan. Setiap kali pelajaran baru selalu saja ada yang bertanya. “Kamu adiknya Zuwin, ya? Kamu kok mirip sama salah satu anak kelas 8 ya? Kamu adiknya anak kelas 8 yang namanya Zuwin itu, ya?” dan setiap kali ditanya itu aku hanya tersenyum dan mengangguk dengan sedikit kesal.
Satu bulan kemudian.
“Wah, udah nggak terasa ya udah 1 bulan,” Avivah berkata.
“Iya,” aku menjawab. "Dan dengan disebut-sebut nama anak nyebelin satu itu," aku melanjutkan dalam hati.
Saat pelajaran MTK aku mengerjakan beberapa soal. “Ini salah loh. Kamu adiknya Zuwin bukan sih?” guruku bertanya dengan sedikit bercanda.
“Kan aku bukan dia. Dia mah emang udah pinter dari lahir.” aku berseru sedikit kesal.
Aku belajar seperti biasa. Malamnya aku mengingat apa yang terjadi saat di kelas, "Ah, kesel deh. Di sini setiap aku ngelakuin sesuatu sering banget dibilangin, Ih adiknya Zuwin sedang apa itu. Mau di kelas, mau di asrama, cewek, cowok bilangnya gitu hih kesel." aku berteriak di dalam hati.
“Woi adiknya Zuwin ini ada barang Abangmu, loh.” Avivah melempar kertas ke kasurku.
“Ih kok bisa sih barang cowok nyelip ke kamar kita. Kemarin pernah nyelip buku tulis.” aku menggerutu melihat kertas itu. Itu adalah kertas kerja kelompok Abang dan timnya.
“Ya tanya Abangmu, lah!” temanku berseru.
“Ah, aku kan bukan Abangku, nih kertasnya. Aku nggak mau ngurusin lagi. Yang buku tulis waktu itu udah aku balikin ke mejanya.” aku berseru cuek.
“Yas udah aku buang, ya.” Avivah bertanya.
“Terserah kamu aku nggak peduli.”
Keesokan harinya (hari Minggu).
“Aini, Ibumu datang tuh.” Bu Guru memberi tahu.
“Yay!” aku berlari keluar dan bertemu keluargaku. Saat sedang makan, abangku mengomel. Katanya kalau aku ngelakuin sesuatu, pasti diceritain ke abangku sama temanku atau siapapun itu. Aku menggerutu dalam hati, "Abangku nggak tau aku dipenuhi sama nama dia di sini. Ih kesel. Dibilang adiknya Zuwin, ya? Kenapa enggak sekali-sekali abangku yang digituin. Kamu abangnya Aini ya? Kenapa nggak gitu aja.”
Hari Senin
Ada ujian bahasa Jawa dan aku berseru senang karena tidak remedial dan mendapatkan nilai 80-an, ”Yay 80-an,” aku berseru senang.
“Oh, Aini, kamu dapat nilai 80-an ya? Bagus. Tapi Abangmu aja bisa 90, lho.” guruku melihat nilaiku.
“Oh.” aku langsung diam.
"Ah sudahlah paling 3 tahun juga terbiasa diginiin. Seru juga kok kadang diginiin. Aku pasrah aja deh nanti juga terbiasa." aku berseru pasrah di dalam hati sambil tersenyum.
TAMAT