Mqnun Amn 5 months ago
bukANpengemiS

Perjalananku ke MIBS (2)

tidak untuk dibaca

Sekarang dua piring di depanku penuh dengan mie yang baru saja disajikan. Angin malam menerpa kita berdua dan membuat mie yang awalnya hangat menjadi cepat dingin. Kamipun makan dengan lahap sambil ngobrol ngalor-ngidul. Dan tak terasa mie yang tadi barusan dihidangkan sekarang habis tak tersisa.

“Ki, kamu kok bisa sekolah di sini?” Aku tatap sekilas wajahnya lalu berpaling. Sepertinya ini adalah pertanyaan yang amat serius.

“Maksudnya?” Aku kaget sekali dengan pertanyaan tersebut.

“Nggak… Aku pengen tau saja kenapa kamu kok sekolah di sini?” 

“Panjang sekali kalau diceritakan.” Aku ubah posisi dudukku yang awalnya selonjor menjadi tekuk ke depan. Kupeluk kakiku sambil menunduk ke bawah.

“Ceritalah.” Desak kakak kelasku.

“Panjang banget woy.” Aku cari-cari alasan. Kalau tentang satu ini, aku malas sekali cerita.

“Kalau begitu, aku ceritakan bagimana aku kok bisa sekolah di sini.” 

“Boleh, cerita aja. Aku dengerin kok.”


***

Angin malam terasa lebih dingin. Sepertinya sekarang sudah tengah malam. Tangan dan badanku terasa sedikit menggigil. Angin malam menembus baju, kulit, hingga ke pori-pori kulit. Rambutku menari ke sana-ke mari. Suara jangkrik dan kodok yang terbawa angin malam terdengar sangat jelas di telinga kanan dan kiriku.

“Awalnya begini… Sebenarnya aku ini cucunya Pak SBY. Terus aku…” Belum sempat dia melanjutkan kami berdua tertawa tersenggal-senggal.

“Bisa-bisanya cucunya Pak SBY. Ayolah, yang beneranlah.” Pintaku dengan napas yang belum stabil.

“Oke… oke, kali ini beneran.” Aku mengatur napasku dan bersiap-siap untuk menyimak ceritanya. 

“Aku dulu sudah tahu mau di mana aku SMA, yang penting bukan di sini. Trus, aku iseng mencari sekolah SMA di internet. Ketemulah sekolah ini. Aku terus cari-cari informasi tentang sekolah, hingga aku rembukan dengan orang tua dan kakakku. Trus daftar deh. Begitu…”

“Memang iya begitu? Masa singkat banget woy?!” Tanyaku sangat penasaran.

“Iyalah, itu beneran. Memang kenapa?” Jawabnya dengan wajah yang ingin tahu.

“Nggak apa-apa kok, ya.. bagaimana ya… kayak gampang saja kakak masuk sekolah sini. Nggak ada… apasih… nggak jadi ah.”

“Ehh? Kenapa loh?”

“Nggak jadi, lupa mau ngomong apa.” Jawabku dengan sedikit tertawa.

“Ihh… ganti kamulah yang cerita.”

“Nggak mau, lagi nggak mood cerita.” Aku mencari-cari alasan supaya tidak bercerita.

“Ceritalah… Singkat saja nggak apa-apa.” Desaknya.

“Nggak ah.” Aku menolak lagi.

“Yahh.. kalau begitu tidur yuk. Sudah malam banget nih kayaknya.”

“Yok.”


Kamipun mencuci piring dan membereskan kotoran yang berserakan. Bulan sudah terlihat agak condong ke barat. Langit pun sangat cerah tak berawan sedikitpun hingga bulan terlihat jelas sekali. Setelah selesai beres-beres, kamipun turun dari rooftop ke lantai empat. Sebelum aku masuk ke kamar untuk tidur, aku menengok jam yang menunjuk pukul satu malam. Ini lebih larut dari perkiraanku. Kukira sekarang jam dua belas malam. Saat kakak kelasku membuka pintu kamarnya, aku berkata lirih, “Kapan-kapan aku ceritakan Kak, InsyaAllah.”



Bersambung...

15
188
Menjadi Buah Utrujah

Menjadi Buah Utrujah

1706664012.jpg
R. Gatot Susilo
3 years ago
Gunung Berhantu

Gunung Berhantu

https://lh3.googleusercontent.com/a/AAcHTtet6ELyO0wwyKbhPRqKalL1N6kMGKHX2C5l_f-AFeOFfg=s96-c
gsyya
1 year ago
Bug Y2K: Masalah Sistem Penanggalan Komputer dan Upaya Antisipasinya

Bug Y2K: Masalah Sistem Penanggalan Komputer dan Upaya Antisipasinya

1753502258.png
Nathan *_*
1 week ago
Bahan Pangan Impor yang Digemari Masyarakat Indonesia

Bahan Pangan Impor yang Digemari Masyarakat Indonesia

1706572334.jpg
Indira Vania Zalfaruna
11 months ago
The Role of Diffusion in Everyday Life: From Breathing to Cooking

The Role of Diffusion in Everyday Life: From Breathing to Cooking

1721568540.jpg
disaa
10 months ago