Sejarah Keraton di Cirebon
Keraton merupakan tempat kediaman raja yang memiliki beberapa bangunan di dalamnya. Fungsi utama keraton adalah sebagai tempat tinggal sultan dan tempat melaksanakan tugas mereka sebagai seorang pemimpin sosial, budaya, maupun dalam hal politik.
2023-07-18 16:35:39 - sunshine
Pada awal abad ke-15, sebelum Keraton Kanoman berdiri, daerah ini hanya sebuah pemukiman kecil bernama Tegal Alang-Alang. Kemudian Pangeran Walangsungsang berhasil menguasai dan mengembangkan daerah tersebut hingga mendapat pengakuan dari ayahnya, Prabu Siliwangi untuk memimpin daerah tersebut.
Pada tahun 1479, Pangeran Walangsungsang menobatkan Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan nama Sunan Gunung jati, anak dari adik perempuannya Nyai Rarasantang, menjadi tumenggung (gelar untuk kepala daerah).
Selama memimpin Cirebon, Sunan Gunung Jati memiliki keinginan untuk meningkatkan pembangunan Kesultanan Cirebon. Ia mendapat gagasan untuk membangun masjid dan kemudian memerintahkan utusan untuk meminta tanggapan kepada Sultan Demak dan para wali. Gagasan tersebut mendapatkan tanggapan yang positif dari Raden Fatah dan para wali dengan mengirimkan arsitek terbaik dari Majapahit bernama Raden Sepat yang dibantu juga oleh Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Masjid yang dibagun tersebut kemudian dikenal dengan nama Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Sunan Gunung Jati wafat pada 1568. Posisinya sebagai tumenggung digantikan oleh putranya, yaitu Panembahan Ratu I. Di masa pemerintahannya, Panembahan Ratu I menjalin hubungan yang baik dengan pemimpin kerajaan lain yang mempunyai misi untuk menyebarkan agama Islam. Panembahan Ratu I kemudian wafat dan digantikan oleh Pangeran Karim atau dikenal juga sebagai Panembahan Ratu II. Ia menikah dengan adik Sunan Amangkurat I, pemimpin Kerajaan Mataram. Sunan Amangkurat I bersahabat dengan Belanda sehingga ia diadu domba oleh berita bohong bahwa Banten akan menyerang Mataram. Sunan Amangkurat I menghasut Panembahan Ratu II untuk menyerang Banten, namun ia menolak. Akibatnya, ia bersama dua putranya diasingkan ke Kartasura, Mataram.
Selama 12 tahun, Panembahan Ratu II diasingkan hingga ia meninggal pada tahun 1666 sehingga Kesultanan Cirebon mengalami kekosongan kekuasaan. Pangeran Wangsakerta saat itu merupakan satu-satunya penerus karena kedua saudaranya diasingkan. Tetapi, meski diasingkan keduanya berhak untuk memimpin sehingga terjadi konflik antarsaudara.
Sultan Banten yang melihat hal tersebut pun pergi ke Mataram dan berhasil membawa pulang Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya ke Kesultanan Cirebon. Kemudian Sultan Banten membagi Kesultanan Cirebon menjadi tiga yaitu Kesultanan Kanoman dipimpin oleh Pangeran Kartawijaya (Mohamad Badridin), Kesultanan Kasepuhan dipimpin oleh Pangeran Martawijaya, dan Panembahan Cirebon dipimpin oleh Pangeran Wangsakerta.