Lagu keroncong berjudul “Jali-Jali” pada kenyataannya bahkan tidak memuat pengertian kata jali.
Indonesia kini tengah menggali potensi dalam negeri demi menangguhkan ketahanan pangan ke depannya. Menghadapi Indonesia Emas 2045, dalam Roadmap Diversifikasi Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Non Beras 2020-2024, mencantumkan bahwa penyediaan pangan (beras) untuk 269 juta penduduk Indonesia yang terus bertambah hingga diperkirakan mencapai 318,96 juta pada tahun 2045 tidak mudah, karena memerlukan lahan dan air yang cukup. Di sisi lain, budidaya pangan dihadapkan oleh alih fungsi lahan produktif, perubahan iklim yang dapat menyebabkan kekeringan dan gagal panen, pandemi serta krisis pangan global. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sumber pangan alternatif yang lebih adaptif terhadap kondisi spesifik lingkungan dan sosial masyarakat untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan dan peraturan pemerintah Nomor 17 tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, juga telah mengamanatkan diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan konsumsi beras dan terigu. Tercatat Indonesia setidaknya memiliki 77 jenis sumber karbohidrat. Data tersebut menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan pangan lokal sangat terbuka luas. Oleh karena itu, perlu upaya strategis untuk memaksimalkan pemanfaatan pangan lokal agar tercipta kedaulatan dan kemandirian pangan.
Seniman Betawi, Benyamin Sueb bersama orkes keroncong M. Sagi berhasil mempopulerkan lagu keroncong ciptaannya berjudul “Jali-Jali”. Pada kenyataannya lagu tersebut bahkan tidak memuat pengertian kata jali. Baris lirik pertamanya yang berbunyi "ini dia si jali-jali" merupakan sampiran pantun. Lagu “Jali-Jali” secara keseluruhan berisikan jalinan pantun yang dibawakan dengan nada riang. Lagu ini lahir dan dikembangkan oleh kaum Cina peranakan Jakarta melalui musik gambang kromong. Sejenis orkes yang memadukan alat musing gamelan dengan alat musik tionghoa. Alhasil saat ini, kata jali-jali memang lebih populer sebagai salah satu judul lagu rakyat khas DKI Jakarta dibanding nama tumbuhan.
Tumbuhan jali atau Hanjeli (Coix lacryma-jobi L.) adalah tumbuhan biji-bijian atau serealia tropis dari suku padi-padian atau poaceae. Jali sendiri memiliki banyak nama. Dalam versi lain, jali disebut jangle di Jawa, jelim dan anjali di Sumatra, jelei di Kalimantan, juga irule di Sulawesi. Walau tidak diketahui dengan pasti, literatur ilmiah seperti website program studi Universitas Medan dan Pustaka Kementerian Pertanian Republik Indonesia, dominan menyatakan bahwa jali berasal dari Asia Selatan dan Timur hingga Malaya. Namun, seiring waktu menyebar hingga ke berbagai penjuru dunia.
Jali merupakan tanaman yang sangat penting sebelum jagung dan padi tersebar luas sebagai makanan pokok. Biji jali telah banyak dibudidayakan bahkan sejak 3000 - 4000 tahun yang lalu di India yang kemudian menyebar ke China 1000 tahun setelahnya. Sebelum jagung merebak di Asia Selatan, tanaman ini banyak dibudidayakan sebagai bahan baku sereal. Di India, pemanfaatan jali dapat meluas menjadi bahan roti dengan menumbuknya menjadi tepung. Sedangkan di Cina, biji jali banyak diolah menjadi kaldu dan sup.
Saat ini tanaman jali telah sangat dikesampingkan dari kehidupan bahkan pengetahuan masyarakat. Hal ini membuat tanaman berkhasiat tersebut sangat jarang diminati petani sebagai komoditas pertanian. Semuanya berimbas pada langkanya ketersediaan biji jali di pasaran. Harga yang dipasang pedagang biji jali saat ini terlihat tidak memungkinkan untuk membuat masyarakat mudah beralih dari gandum.
Di tanah Indonesia, tanaman jali subur pada daerah Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Jawa. Dilansir dari gunungkidul.sorot.co, cara perawatan tanaman Jali sendiri sama seperti tanaman jagung. Bisa dibilang lebih mudah dibanding padi. Hal yang harus diperhatikan adalah ketersediaan air serta pemberian pupuk yang cukup untuk pertumbuhan. Namun demikian, masalah yang harus diwaspadai adalah kegagalan panen akibat hama tikus dan burung. Tanaman Jali baik ditanam saat awal musim penghujan, serta bisa dipanen sekitar umur 5 bulan. Jadi, dalam satu tahun budidaya tanaman jali bisa dilakukan sebanyak 2 kali di pertengahan tahun dan di akhir tahun di angka satu koma tujuh ton Jali kering tiap sepuluh pohon. Keunggulan lainnya, Jali dapat dengan mudah ditanam karena sifatnya tidak gampang mati seperti gulma.
Adapun nutrisi Jali dinilai lebih berkhasiat ketimbang beras dan gandum. Artikel dari Tribatanews Jakarta yang diunggah pada 12 Agustus lalu mengulas tentang manfaat tanaman Jali bagi kesehatan. Beberapa di antaranya adalah menurunkan kadar kolesterol, menurunkan risiko terkena diabetes, mengatasi sembelit, menurunkan berat badan, mengurangi peradangan, menjadi alternatif sumber karbohidrat bagi penderita penyakit celiac, juga terdapat kandungan gizi seperti prebiotik, beta-sitosterol yang bagus untuk mengendalikan kolesterol gula darah tubuh, dan lain-lain. Namun di samping itu, menurut doktor.pertanian.uma, meskipun berkhasiat mengatasi busung lapar dan kencing manis, jali cukup berbahaya untuk penderita diabetes karena bisa berkontraksi dengan obat-obatan yang dikonsumsi oleh penderita diabetes. Dosis yang digunakan juga tidak boleh berlebihan jika tidak menggunakan resep herbal atau dokter. Maka manfaat jali, di samping sebagai salah satu komponen diversifikasi pangan, juga sekaligus menjadi solusi beberapa momok masalah kesehatan di Indonesia.
Kesiapan negara dalam mempertahankan kedaulatan pangan juga bergantung pada kesadaran masyarakatnya. Bagaimana mencari sumber alternatif, aktif mengolah, serta mencoba beralih walau tidak seratus persen. Namun, cepat atau lambat diversifikasi pangan ini amat diperlukan mengingat tingginya ketergantungan Indonesia di pasar impor. Meski namanya tidak banyak terlintas di tengah masyarakat, namun biji jali bisa menjadi salah satu alternatif. Banyaknya manfaat dan mudahnya penanaman tanaman jali ini perlu mendapat perhatian pemerintah serta masyarakat. Dengan adanya kreativitas dan kemauan, maka impian Indonesia meraih kemandirian pangan tidaklah begitu mustahil. Masyarakat dan pemerintah harus bisa bahu-membahu mewujudkan Indonesia sejahtera.
Daftar pustaka :