Bagaimana jadinya jika seseorang terlena dengan harta dan kenikmatan? Apa yang harus dilakukan untuk menghadapi kenyataan yang ternyata begitu pahit setelah dijalankan? Untuk menemukan jawabannya, simak cerpen ini!
Pagi itu, seorang laki-laki muda diam berdiri menghadap lautan yang luas. Dia berdiri di atas kapal yang membawanya menuju Kota Batavia. Kapal itu bergerak dari Pelabuhan Rotterdam Belanda. Kapal itu merupakan kapal tertua yang beroperasi pada zaman itu, yaitu Kapal Pesse. Kapal ini telah beroperasi sekitar 10 ribu tahun dengan berkali-kali melakukan pembaruan. Pada zaman itu, kapal ini merupakan kapal teraktif yang dapat beroperasi untuk melakukan perdagangan.
Angin menerpa wajahnya dengan lembut, membuat hatinya begitu tenang. Ketika banyak masalah, itulah yang dia lakukan. Menghadap ke alam. Kejadian itu selalu berbekas di dalam benaknya, tak akan pernah hilang. Pikirnya. Semakin dia berusaha untuk melupakannya, semakin teringat kejadian pada saat itu. Entah apa yang harus dia lakukan untuk melupakannya.
***
Sore hari yang cerah di Batavia, 20 September 1880.
Laki-laki bernama Alvoys Voyn Hook duduk diam memandang langit yang mulai menghitam. Tanda sudah akan malam. Dia sedang memikirkan apa yang harus dia lakukan di masa mudanya. Bekerja sebagai tukang las adalah hal biasa, pikirnya. Namun, karena dua tahun lalu dia terdampar di Kota Batavia, dia terpaksa bekerja sebagai tukang las di Toko Besi Anto yang mana merupakan toko besi paling terkenal di Kota Batavia.
Dua tahun lamanya dia jalani kehidupan sebagai seorang tukang las. Awalnya dia bangga-bangga saja menjadi tukang las, namun karena temannya yang ada di Belanda mengejeknya, dia menjadi malu akan pekerjaannya. Lambat laun semangatnya kian menyusut, dia memutuskan untuk berhenti bekerja di toko besi itu. Dia memilih untuk mencari pekerjaan yang menurutnya lebih baik.
Setelah dia mengundurkan diri dari pekerjaannya, dia menjadi lelaki pengangguran di tengah-tengah kesibukan kota. Dia tinggal di kontrakan dekat pelabuhan tempat pertama kali dia menginjakkan kaki di Kota Batavia. Dia sangat menyesal karena mengundurkan diri. Dia berpikir seharusnya dia tidak usah mendengarkan perkataan teman-temannya, dia hanya perlu fokus bekerja dan menggapai impian, namun pikiran seperti itu hadir di waktu yang tidak tepat.
Sudah sekitar satu tahun dia menganggur. Selama pengangguran itu, dia hanya memanfaatkan uang pesangon dari Toko Besi Anto. Uang pesangon itu dia gunakan hanya untuk membayar kontrakan. Dia sengaja berhutang ke warung ketika dia ingin makan, supaya tidak ada beban, pikirnya. Namun, entah hutang apa pun itu, akan menjadi beban ketika dia tidak membayarnya.
Setahun lamanya, dia menjalani hidup dengan tidak tenang. Rong-rongan “BAYAR HUTANG!” sampai sudah tidak asing lagi di telinganya. Rong-rongan itu bagaikan makanan sehari-harinya. Setiap waktu bahkan setiap detik, rong-rongan itu tak pernah lepas dari pikirannya, selalu terngiang-ngiang.
***
25 November 1890.
Voys mendapat kabar gembira setelah membaca koran Harian Batavia. Dia melihat di satu sisi koran tersebut terdapat kabar perekrutan Jasa Angkut di Kapal Blitar Holland. Biasanya kapal ini digunakan untuk membawa jamaah haji setiap tahunnya, namun untuk kisaran tahun 1890 hingga 1900, kapal ini berfungsi untuk pelayaran antarpulau, dengan membawa barang dagangan dari satu kota ke kota lain. Tidak berlama-lama, Voys langsung bergegas ke tempat pendaftaran. Dia menaiki angkot dari jalan depan kontrakannya menuju pintu masuk pelabuhan Batavia.
Setelah sampai, Voys sudah tidak ingin berlama-lama lagi, sehingga dia langsung bergegas berlari menuju tempat pendaftaran perekrutan. Voys sampai dengan napas terengah-engah karena berlari. Sesampainya di tempat pendaftaran, Voys langsung mendaftarkan dirinya untuk menjadi jasa angkut barang.
Sehari setelah pendaftaran, datang surat dari pihak Kapal Blitar Holland yang mengabarkan bahwa Voys diterima bekerja di Kapal Blitar Hollad menjadi Jasa Angkut Barang.
Hati Voys begitu gembira setelah melihat surat yang datang itu. Tanpa berlama-lama, Voys langsung mempersiapkan kebutuhan untuk nantinya ketika di kapal. Seminggu setelah surat penerimaan dikirimkan kepada Voys, Kapal Blitar Holland siap beroperasi untuk membawa barang dagangan.
***
Satu tahun sudah Voys lewati dengan bekerja sebagai Jasa Angkut Barang di Kapal Blitar Holland. Voys lagi-lagi mendapat kabar tak terduga, dikabarkan dalam koran yang dibacanya, terbuka pendaftaran untuk menjadi Chief Officer atau Mualim 1 yang mana bertugas untuk bertanggung jawab kepada nakhoda atas keamanan dan keselamatan kapal.
Tanpa berpikir panjang, Voys memberanikan diri mendaftar sebagai Chief Officer walaupun pada kenyataannya dia tidak yakin atas pilihannya. Setelah mengumpulkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk pendaftaran, Voys langsung menyerahkan semua berkas yang dibutuhkan ke meja pendaftaran.
Karena Kapal Blitar Holland sedang membutuhkan Chief Officer dalam waktu dekat, jadi pihak Kapal Blitar Holland mempercepat proses pendaftaran dan perekrutan Chief Officer.
Dua hari pascapengumpulan berkas, surat datang dari pihak kapal. Setelah dibuka, ternyata nama “Alvyos Voyn Hook” tertera di kategori “diterima”.
***
Setelah Voys berpindah profesi yang tadinya “Jasa Angkut Barang” menjadi “Chief Officer”, hidup Voys berubah 180 derajat. Kini hidup Voys semakin makmur, rong-rongan “BAYAR HUTANG!” sudah dapat Voys lupakan. Sekarang, yang ada di pikiran Voys hanya harta dan takhta. Tak ada yang lain.
Hari demi hari Voys lewati dengan hartanya yang kian hari kian menambah. Dalam kurun waktu dua bulan, Kapal Blitar Holland akan sampai ke Pelabuhan Lampung. Tempat di mana hal besar akan terjadi.
Kini, setiap harinya, Voys beranggapan bahwa setiap hari yang dia lewati merupakan hari istimewa. Oleh karena itu, setiap hari dan tanpa terkecuali, dia selalu “minum” setidaknya satu botol dalam satu waktu, untuk perayaan kepada diriku, pikirnya.
***
Dua bulan berlalu, Kapal Blitar Holland telah sampai di Pelabuhan Lampung. Pada pemberhentian ini, para pekerja kapal akan melakukan ekspedisi ke wilayah Gunung Rakata. Pemerintah memberikan tugas kepada pekerja kapal untuk memeriksa kondisi wilayah Gunung Rakata untuk memastikan bahwa wilayah Gunung Rakata aman untuk dijadikan sebagai tempat wisata.
Satu minggu setelah Kapal Blitar Holland berlabuh di Pelabuhan Lampung, Voys sebagai Chief Officer Kapal Blitar Holland, tiba-tiba ditunjuk oleh Kapten Kapal untuk menjadi penggantinya semasa ekspedisi di Gunung Rakata. Voys kaget bukan main. Dulu, dia hanya menjadi Chief Officer bahkan hanya jasa angkut barang, kini dia tiba-tiba menjadi Kapten Kapal. Seperti biasa, dia selalu menganggap setiap harinya bagaikan hari istimewa, sehingga hari di mana dia dipilih untuk menjadi Kapten Kapal, dia memutuskan untuk “minum” sepuas-puasnya di hari itu.
***
Hari ekspedisi dimulai. Dengan gagahnya, Voys berdiri di dek kapal memandangi arah laut menuju wilayah Gunung Rakata. Kini saatnya aku menunjukkan kehebatanku, batinnya secara mantap. Sebenarnya, dia sudah merasa akan terjadi hal yang buruk ketika di wilayah itu, namun karena dia sudah tergila-gila dengan takhta yang dia dapatkan, dengan yakin dia tetap melakukan ekspedisi tersebut bersama timnya.
Butuh waktu tiga hari untuk sampai di wilayah Gunung Rakata. Kini, Voys dan anak-anak buahnya sudah melihat Gunung Rakata dari kejauhan. Sebenarnya, sedari hari kedua sejak mereka berangkat, Voys mendapat kabar bahwa wilayah Gunung Rakata saat itu sedang tidak kondusif. Namun, lagi dan lagi, karena takhta yang Voys dapatkan, dengan berani Voys tetap mengambil langkah memberanikan diri menuju wilayah Gunung Rakata bersama timnya.
Sesampainya mereka di sana, ekspedisi dan pengecekan kondisi wilayah Gunung Rakata dimulai. Pertama, mereka pergi ke lembah Gunung Rakata untuk mengecek kelembapan tanah. Setelah satu hari Voys dan timnya mengecek kondisi wilayah Gunung Rakata, akhirnya pengecekan pun selesai pada bagian tanah. Sisa tiga hari untuk mereka menyelesaikan ekspedisinya.
***
Hari kedua ekspedisi.
Karena hasil pengecekan pada hari pertama sangat baik dan tidak ada tanda-tanda Gunung Rakata akan segera meletus, mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu sejenak di sana. Yah, hitung-hitung liburan. Pada pagi hari, mereka memutuskan untuk mencari kayu bakar untuk dijadikan sebagai api unggun pada malamnya, kemudian tak hanya itu, mereka juga mengeluarkan semua sisa makanan yang mereka bawa dari Pelabuhan Lampung.
Pada malam hari, semua orang berkumpul dan mendirikan tenda di pesisir pantai. Mereka semua bersenang-senang layaknya hidup di pulau sendiri. Apalagi Voys, yang kini telah mendapat semua yang dia inginkan. Dia makin tergila-gila dengan takhtanya.
“Semuanya, mari kita rayakan kemenangan kita!!” Ucap Voys menggebu-gebu kepada seluruh anak buahnya.
Satu malam penuh mereka menyibukkan diri dengan perayaan kemenangan “sementara”. Voys tergeletak tidak sadar karena terlalu banyak “minum” pada malam harinya.
Pagi hari setelah perayaan, semua tersadar dari tidurnya. Voys bangun langsung mengambil satu botol minuman untuk ditegaknya. Hari ini, Voys dan timnya akan melanjutkan pengecekan pada bagian yang lain. Voys dan timnya akan mengecek kondisi pada bagian-bagian wilayah yang akan dijadikan tempat wisata.
Pada waktu siang setelah pengecekan, Voys mendapat kabar dari pihak pelabuhan dan pihak mercusuar bahwa pada pukul dua siang, cuaca akan berubah, badai akan datang sekaligus dengan petirnya. Voys yang mendengar kabar ini kaget bukan main. Bagaimana caranya membawa orang sebanyak ini dalam waktu satu jam? Pikirnya dengan gelisah.
Satu jam Voys benar-benar tidak bisa berpikir dengan baik. Cuaca sudah mulai berubah, awan hitam sudah datang, suara gemuruh guntur telah terdengar dari atas langit, sekaligus angin bertiup kencang dari arah laut. Tenda-tenda yang mereka dirikan beterbangan bagaikan kapas yang terbawa angin. Semua sisa-sisa makanan telah hanyut akibat gempuran ombak dari laut. Semua bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menghadapi kondisi ini.
Voys sudah tidak dapat berpikir lagi, dia duduk termenung di bawah pohon kelapa di dekat laut. Dia sudah menyadari bahwa apa yang telah dia dapatkan hanyalah keberuntungan sementara, semua sia-sia. Harta, takhta, kebanggaan yang dia dapat hanyalah kesenangan yang fana, yang didapatkan di dunia. Voys menyesal atas perbuatannya, dia ingin meminta maaf kepada dirinya sendiri, namun tidak bisa. Semua sudah terlambat, pikirnya.
***
Kondisi sudah tidak baik lagi, semua anggota tim dan Voys kewalahan menghadapi badai yang tak juga berhenti. Kapal mereka masih aman terikat di satu pohon, namun tidak ada yang menyadarinya. Voys yang sudah pasrah, tiba-tiba melihat kapal yang masih terikat dengan aman. Jiwa egoisnya muncul kembali, dia langsung lari tanpa memikirkan siapapun. Dia hanya berpikir cara untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari tempat itu. Dia langsung mencopot tali yang dihubungkan dengan kapal, lalu dia langsung naik dan membawa kapal menuju pelabuhan. Kapal yang dia tumpangi sudah berjalan meninggalkan anggota timnya yang sedang kewalahan di wilayah Gunung Rakata. Dia berkata ke arah Gunung Rakata, “Selamat tinggal semuanya, maafkan aku.”
Cuaca makin bertambah buruk, ombak di laut semakin tidak kondusif. Voys kewalahan saat mengondisikan kapalnya untuk terus berjalan ke arah pelabuhan. Tanpa Voys sadari, ternyata mesin kapal yang dia tunggangi sudah rusak, tidak membutuhkan waktu lama, kapal yang dia tumpangi akan tenggelam.
Ketika Voys sudah menyadari bahwa mesin kapal telah rusak, dia tiba-tiba diam mematung memandangi lautan yang luas. Dia sudah sangat pasrah dan menyesali perbuatannya, dia merasa sangat bersalah kepada dirinya sendiri dan juga kepada alam semesta namun, dia tidak bisa meminta maaf kepada siapapun. Dia sadar bahwa, harta, takhta, dan kesenangan yang dia dapat didunia hanyalah keberuntungan yang fana, keberuntungan yang tidak bisa dibawa mati. Dia sangat menyesal, namun semuanya sudah terlambat.
Kapal yang ditungganginya sudah hampir tenggelam, dia berkata untuk terakhir kalinya, “Maafkan aku.”