Persahabatan
Cerita Fiksi (Persahabatan)
Di kota yang ramai dan penuh dengan seniman berbakat, tinggal dua sahabat sejati bernama Axel dan Calvin. Mereka memutuskan untuk ikut serta dalam kompetisi seni bergengsi yang diadakan di kota tersebut. Dengan semangat yang membara, keduanya berencana menciptakan karya seni yang mereka namai “Painting Full of Meaning”. Lukisan itu akan melambangkan kerja keras dan impian mereka. Setelah diskusi panjang, mereka sepakat untuk mulai mengembangkan tema dan konsep lukisan mereka keesokan harinya.
Keesokan harinya, Axel dan Calvin bertemu di taman untuk merancang rencana mereka. Mereka membagi tugas dengan cermat agar lukisan yang mereka impikan dapat terwujud.
“Axel, kamu belanja alat lukis, ya? Aku akan fokus merancang konsep lukisan,” kata Calvin dengan antusias.
“Siap, Calvin! Ayo, tunjukkan pada dunia bahwa kita bisa melakukannya!” kata Axel dengan senyum percaya diri.
***
Pada sore hari, Axel membeli alat lukis di toko lukis. Saat Axel tiba, dia terkejut melihat alat lukis yang sangat bagus. Dia tertarik untuk membelinya dan ingin menyimpan alat lukis tersebut di rumah. Namun, saat di jalan, terjadi hal tak terduga: motor yang melaju cepat menabrak Axel. Untungnya ia tidak terluka, kondisinya aman, tapi alat lukis yang dibeli Axel rusak, tumpah, dan sobek. Axel hanya bisa tersenyum kecut melihat alat lukis yang rusak itu terserak di atas tanah. Padahal ia sudah membayangkan membuat lukisan dengan alat-alat itu. Sekarang harapannya telah hancur dan ia harus mencari alat lukis baru. Karena sudah sore, dia memutuskan untuk melanjutkan pencarian alat lukis keesokan harinya.
Keesokan harinya, Axel kembali mencari alat lukis untuk membuat lukisan. Dia mencari dari rumahnya hingga ke toko lukis. Saat tiba di toko lukis, dia tidak menemukan barang yang dia butuhkan seperti kuas, kanvas, dan cat air. Dia terus mencari di banyak toko lain tetapi tidak menemukan alat yang dia butuhkan. Saat tiba di toko ketiga, dia melihat barang-barang yang dibutuhkan tetapi barang-barang tersebut sudah dibeli oleh orang lain. Axel meninggalkan toko dengan ekspresi sedih karena barang-barang yang dia butuhkan tidak berhasil ia dapatkan. Di ujung toko, Axel melihat sebuah toko yang membuatnya tertarik untuk masuk.
Ketika masuk ke toko, Axel melihat alat lukis yang menarik perhatiannya. Axel senang karena barang yang dia butuhkan ada di sana. Axel dengan senang hati memutuskan untuk langsung membelinya dan membawa barang-barang tersebut pulang.
Di satu sisi, Calvin memikirkan konsep lukisan, tetapi dia ingat kata-kata orang tua dan saudara-saudaranya bahwa Calvin tidak berguna di keluarga karena semua anggota keluarganya memiliki prestasi kecuali Calvin. Saudara-saudaranya mengetahui bahwa Calvin ikut dalam kompetisi seni dan mencemoohnya.
"Hahaha! Siapa yang bodoh dan sombong ikut kompetisi? Prestasi? Jangan bermimpi!" ejek saudara-saudara Calvin dengan nada merendahkan. Sejak saat itu, Calvin merasa semakin terasing, terutama karena dia hidup sebatang kara. Ibunya telah meninggal lama, meninggalkan Calvin dengan ayah yang kini menjadi pecandu alkohol. Hidup di tengah kesepian dan ejekan, Calvin kesulitan fokus pada konsep lukisan yang ingin dia buat.
Selama tiga hari dan dua malam, kata-kata kasar dari saudara-saudaranya, terutama Micky, terus terngiang di benaknya, membuat Calvin merasa tidak ada orang yang bisa diajak berbagi. Dalam kesedihannya, dia hanya bisa mengingat ibunya—seorang yang penuh kasih sayang, dermawan, dan selalu memberikan cinta tanpa syarat. Kenangan indah masa kecilnya, ketika ibunya mengajaknya bermain dan memberinya dorongan, menjadi satu-satunya penghiburan baginya. Cinta dan rindu Calvin pada ibunya membuatnya berjanji untuk memenangkan kompetisi ini dan mendedikasikan karyanya sebagai tanda penghormatan kepada ibunya.
Dari situlah ide konsep lukisannya berasal: gambaran seorang pemuda yang bangkit melalui kerja keras, membuat ibunya bangga, dan mencapai kemandirian dari semua batasan. Setelah menemukan konsep ini, Calvin merasa lebih lega dan ingin segera berbagi kabar ini dengan Axel....
Calvin membuka hatinya kepada Axel, menceritakan semua kesedihannya dan latar belakangnya. Calvin merasa Axel adalah satu-satunya orang yang bisa diajak bicara tanpa takut dihakimi. Pemuda yang membuat ibunya bangga dengan kerja kerasnya adalah pemuda yang mandiri dalam melukis. Calvin sudah memiliki konsep. Dia ingin bertemu Axel segera. Setibanya di taman, Calvin menceritakan latar belakangnya kepada Axel karena Calvin merasa tidak ada tempat lain untuk menceritakan kisahnya.
Sejak hari itu, semangat mereka untuk memenangkan kompetisi seni terus membara. Akhirnya, hari kompetisi tiba. Mereka segera memulai proses melukis dengan antusiasme yang besar. Namun, saat Calvin sibuk menyelesaikan lukisannya, dia menyadari ada yang salah—dia melihat salah satu peserta di stan sebelahnya adalah Micky, saudaranya yang ikut serta dalam kompetisi....
Lanjut Episode 2....