Cerpen
Di sebuah kota kecil, hiduplah seorang gadis yang bernama Lula. Ia merupakan sosok gadis cantik yang cukup pendiam dan hobinya adalah membaca buku. Lula adalah seorang anak tunggal yang sangat disayang oleh orang tuanya. Ia terbiasa menjalani kehidupannya di rumah tanpa saudara sedangkan kedua orang tuanya sering meninggalkan Lula di rumah untuk urusan pekerjaan. Hal itu membuat Lula mau tidak mau harus melakukan pekerjaannya di rumah sendiri. Lula tumbuh menjadi seorang anak yang mandiri.
Dengan kesendiriannya sehari-hari, membuat Lula cukup sulit berinteraksi dengan orang lain, terlebih lagi Lula tidak seperti anak pada umumnya yang menjalani pendidikannya di sekolah formal karena ia menjalani pendidikannya dengan home-schooling (belajar di rumah). Hal itu terjadi karena orang tuanya terlalu khawatir jika Lula masuk sekolah formal, mereka berpikir bahwa akan sulit memantau Lula secara langsung. Selain itu, orang tua Lula berpikir bahwa akan lebih baik jika Lula menjalankan pendidikannya di rumah agar Lula bisa lebih fokus belajar dan tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Terkadang Lula merasa sedih ketika melihat anak-anak lain seusianya menjalani kehidupan sekolah yang menyenangkan.
Pada sore hari, Lula melihat dari jendela rumahnya ada wajah asing yang belum pernah Lula lihat sebelumnya sedang memindahkan barang ke rumah kosong di depan rumah yang di bagian depannya tertuliskan “rumah ini dijual” selama berbulan-bulan. Lula mengamati satu-persatu barang apa saja yang dipindahkan oleh orang-orang asing tersebut, mereka memindahkan perabotan rumah yang artinya orang-orang tersebut sepertinya akan segera menjadi tetangga Lula nantinya.
Lula juga mengamati orang-orang yang akan menjadi tetangganya itu; mereka adalah satu keluarga dengan beranggotakan kedua orang tua serta kakak-beradik yang jika dilihat sepertinya adik perempuan itu sebaya dengan Lula. Ia melihat gadis yang terlihat seumuran dengannya itu terlihat cukup ceria dan menyenangkan. Di dalam lubuk hati Lula, tersimpan keinginan bahwa Lula ingin berteman dengan gadis itu. Dengan adanya pendatang baru yang tinggal di dekat rumah Lula, membuat Lula semakin penasaran, siapakah sosok pendatang yang baru itu? Apakah Lula bisa berteman dengan anak baru itu?
Tok-tok-tok.. “Assalamu’alaikum”.
Terdengar suara asing yang mengucapkan salam dari balik pintu rumah Lula. Terlihat satu keluarga baru itu sedang berdiri di depan pintu rumah Lula dan membawa makanan dengan senyum ramah di wajah mereka. Ya, akhirnya pendatang baru tersebut mendatangi rumah Lula.
Lula yang berada di dalam rumah sedang membaca buku, seketika menghentikan kegiatannya. Ia sedikit terkejut dengan kedatangan mereka itu. Ia merasa gugup untuk menemui tetangga barunya. Tak selang lama kemudian, terdengar lagi salam dari balik pintu rumah Lula. “Assalamu’alaikum!”.
Lula yang tersadar bahwa ia belum membukakan pintu untuk tetangganya, segera pergi ke ruang tamu untuk membukakan pintu. Tak dapat dipungkiri, Lula merasa gugup sehingga ia membukakan pintu dengan gemetar. “Wa’alaikumussalam” sahut Lula dengan memberanikan diri membalas salam dari tetangganya tadi.
Setelah membuka pintu dan membalas salam, Lula sedikit merasa lega. Keluarga baru itu tersenyum ramah dan mulai memasuki rumah. Lula mengajak mereka masuk dan duduk di ruang tamu. Keluarga baru itu memperkenalkan diri satu per satu. Kepala keluarga, seorang pria bernama Pak Edi, menjelaskan bahwa mereka baru saja pindah dari kota besar untuk mencari tempat yang lebih tenang. Ia juga memperkenalkan istrinya, Ibu Ina, dan dua anaknya, Anna dan Edo.
Lula merasa tertarik dengan Anna, gadis perempuan yang sebayanya. Anna yang tampak ramah dan ceria, langsung mendekati Lula dan memulai percakapan. "Hai, aku Anna. Senang bertemu denganmu," katanya sambil tersenyum.
Pada awalnya, Lula merasa canggung untuk memulai percakapan dengan Anna, ia belum terbiasa dengan keadaan tersebut. Namun, karena aura keceriaan dan keramahtamahan dari Anna, perlahan membuat Lula semakin nyaman dan mulai berbincang dengan Anna. Mereka berbicara tentang berbagai hal, hingga sampailah percakapan antara Lula dan Anna membahas hobi mereka.
“Lula, hobi kamu apa?”
“Aku suka baca buku.”
“Wah! Sama dong.” Kata Anna.
Sejak saat itu, Lula mengetahui bahwa ternyata Anna juga suka membaca buku, sama seperti dirinya.
Lula terus berbincang dengan Anna, merasa semakin nyaman seiring waktu. Mereka berdua menemukan bahwa mereka memiliki banyak kesamaan, salah satunya adalah kecintaan pada buku. Lula mendengarkan dengan penuh perhatian saat Anna menceritakan pengalamannya di sekolah. Anna tampaknya menjadi murid yang cerdas dan bersemangat, selalu aktif di kelas dan memiliki banyak teman.
Seiring berjalannya waktu, Lula semakin akrab dengan keluarga baru itu. Setiap sore, ia menantikan kedatangan Anna dan saudaranya untuk bermain atau sekadar berbincang. Hubungan yang awalnya canggung pun perlahan berubah menjadi persahabatan yang erat.
Suatu hari, Anna dan Lula sedang bermain bersama, Anna bercerita ketika di sekolahnya, Anna mendapatkan informasi dari temannya bahwa terdapat taman literasi di dekat rumah mereka. Saat berjalan pulang bersama, Anna mengajak Lula untuk mengunjungi perpustakaan sekolahnya.
Lula merasa ragu pada awalnya, tetapi Anna menjanjikan bahwa akan menunjukkan sesuatu yang menarik. Di perpustakaan, Anna dan Lula melihat koleksi buku-buku yang ada. Lula terpesona dengan berbagai jenis buku yang tersedia, dari novel hingga buku ilmiah.
Anna kemudian mengajak Lula untuk bergabung dengan klub baca di sekolah. Meskipun awalnya Lula ragu, Anna menekankan bahwa klub tersebut sangat ramah dan menyenangkan. Dengan dorongan dari Anna, Lula akhirnya memutuskan untuk bergabung. Di klub baca, Lula bertemu dengan banyak siswa lain yang memiliki minat serupa. Mereka sering berkumpul untuk membahas buku-buku yang telah mereka baca, dan Lula merasa sangat nyaman berada di lingkungan tersebut.
Melalui pengalaman ini, Lula menyadari betapa pentingnya pertolongan dan dukungan dalam menjalani kehidupan. Meskipun seorang anak tunggal yang merasa bisa melakukan segalanya sendiri, kehadiran Anna dan teman-teman baru di taman literasi telah memberikan kebahagiaan dan kepuasan yang tidak dapat diukur. Lula belajar bahwa manusia membutuhkan pertolongan orang lain untuk tumbuh dan berkembang, dan bahwa kebaikan hati serta keramahan dapat membuka pintu menuju persahabatan yang indah.
Pesan moral dari cerita ini adalah bahwa setiap individu membutuhkan dukungan dan pertolongan orang lain dalam perjalanan hidupnya. Kita tidak pernah sendirian, dan kebaikan hati serta keramahan orang lain dapat memberikan kekuatan dan kebahagiaan yang luar biasa.