Inilah jalan para Nabi dan orang-orang saleh: Bersabar dalam menahan yang haram demi meraih ridha dan surga dari Allah Ta’ala.
Di balik wajah-wajah, di balik semua hafalannya, terdapat satu ujian besar yang terus datang menghampiri semua orang. Datang tanpa diundang, tidak memandang usia, tidak pula memedulikan tingkat keimanan. Ujian itu bernama syahwat. Betapa banyak lelaki yang terjebak dalam siklus menyesal dan mengulang dosa yang sama, lalu marah ke pada dirinya sendiri.
“Sudah, aku benci rasa ini. Menghilanglah dari diriku”
Salah satu kesalahan besar banyak orang dalam memahami syahwat adalah dengan menganggapnya sebagai aib di kehidupannya. Banyak laki-laki yang merasa berdosa hanya karena memiliki dorongan syahwat, padahal syahwat adalah bagian dari fitrah manusia.
Tidak sedikit yang mencoba menghilangkan rasa dengan banyak cara mandi air dingin, puasa, tidak membuka media sosial, menjauhi teman yang memiliki dampak buruk, namun syahwat tetap datang menggoda dalam bentuk apapun agar dapat menyesatkan kita dari jalan yang lurus. Bahkan, semakin kuat usaha kita untuk melawannya, semakin kuat juga syahwat yang muncul dari dalam diri. Sebuah pertanyaan pun terbit di benak saya “Mengapa Allah menciptakan dorongan ini begitu kuat dalam diri laki-laki dan akan menyesatkan dari jalan yang benar?”
Setelah saya membuka banyak artikel mengenai syahwat, ternyata hawa tersebut bisa menghasilkan pahala jika kita arahkan ke jalan yang benar. Sebaliknya, jika kita arahkan ke jalan yang salah bisa jadi kita mendapat dosa. Contoh ketika kita sedang lapar mata, memenuhi keinginan tersebut dapat membuat seseorang terkena dosa secara tidak langsung. Mungkin, untuk mengatasi hawa tersebut kita bisa dengan cara membaca Al-Qur’an sampai rasa itu hilang.
“Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala.” (HR. Muslim no. 2376)
Tulisan yang saya buat ini bukan untuk menghakimi siapa pun. Saya membuat artikel ini untuk mengajak untuk mengetahui hikmah besar yang tersembunyi mengapa Allah menciptakan syahwat. Bukan untuk dihilangkan, bukan pula untuk dipadamkan, melainkan untuk dikendalikan dan diarahkan. Di sinilah letak sejatinya ujian, sebuah perjuangan batin yang dapat menjadi jalan menuju keridhaan Allah.
Pada zaman digital seperti saat ini, banyak sumber yang menjadi pemicu syahwat. Bahkan, hal tersebut tidak terhindar dari pendengaran dan penglihatan kita sehari-hari. Tanpa sadar, fitnah yang berasal dari syahwat itu masuk perlahan ke dalam hati, lalu membekas, dan akhirnya meredupkan cahaya iman.
“Fitnah-fitnah menempel dalam lubuk hati manusia sedikit demi sedikit bagaikan tenunan sehelai tikar. Hati yang menerimanya, niscaya timbul bercak (noktah) hitam; sedangkan hati yang mengingkarinya (menolak fitnah tersebut), niscaya akan tetap putih (cemerlang). Sehingga hati menjadi dua: yaitu hati yang putih seperti batu yang halus lagi licin, tidak ada fitnah yang membahayakannya selama langit dan bumi masih ada. Adapun hati yang terkena bercak (noktah) hitam, maka (sedikit demi sedikit) akan menjadi hitam legam bagaikan belanga yang tertelungkup (terbalik), tidak lagi mengenal yang ma’ruf (kebaikan) dan tidak mengingkari kemungkaran, kecuali ia mengikuti apa yang dicintai oleh hawa nafsunya.” (HR. Muslim no. 144; Ahmad, 5: 405; sahih)
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menawarkan solusi mengatasi syahwat, yaitu puasa, untuk melemahkan dorongan hawa nafsu dan menguatkan kedekatan dengan Allah Ta’ala.
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Barangsiapa yang belum mampu menikah, maka berpuasalah, karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400, dari Abdullah Bin Mas'ud radhiallahu ‘anhu)
Akhirnya, kita sadar bahwa tujuan hidup bukanlah untuk menghilangkan syahwat, tetapi mengarahkannya ke jalan yang benar demi meraih ridha Allah. Inilah jalan para Nabi, para tabi’ut dan tabi’in, dan inilah jalan kita. Jika kita bersabar dalam menahan yang haram, Allah menjanjikan balasan berupa surga kepada kita.
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Allah Ta’ala berfirman: Tidak ada balasan yang sesuai di sisi-Ku bagi hamba-Ku yang beriman, jika aku mencabut nyawa orang yang dicintainya di dunia, kemudian ia rela dan bersabar kecuali surga.'” (HR. Bukhari No. 6424 Fathul Bari) Shahih.
Sebuah cerita fantasi karya Alyssa Nirmala Putri Kiai Demak